Pengajian
memiliki akar kata “ngaji” ataupun “aji”. Aji bermakna
sesuatu yang memiliki nilai tidak terkira. Sesuatu yang aji bahkan
sangat tinggi, mulia, dan tak bisa dihargai nilainya dengan materi berapapun
jumlahnya. Oleh karena itu kata aji juga sering di-dasanama-kan
dengan nata, narindra, narpati, prabu, ratu, yang berarti raja. Sampeyan
mungkin pernah mendengar kisah Aji Saka, sang raja cikal bakal pulau
Jawa? Atau mungkin Sang Aji Konda dari keraton Karangsedana dalam kisah Babad
Tanah Leluhur?
TADARUS TIAP MALAM JUM`AT DI RUMAH NDERES SAMMANI |
Dalam pergaulan yang lebih umum, kata aji juga bergeser
dan mengalami sedikit pendangkalan makna sehingga memiliki arti nilai. Misalkan
kita pernah mendengar ungkapan “dhuwit sewu saiki wis ora ana ajine”.
Uang seribu saat ini sudah tidak berharga lagi. Hal ini merujuk kepada
penurunan nilai mata uang akibat adanya laju inflasi yang semakin tinggi.
Adapun kata “ngaji”
merupakan bentuk kata kerja yang menyatakan proses untuk menjadi aji,
alias menjadi sesuatu yang mulia. Dalam makna yang lebih khsusus lagi, ngaji
dimaknai prosesi pembacaan ayat-ayat suci Al Qur’an. Jika kata dasar ngaji
mendapatkan imbuhan pe-an, maka terbentuklah kata benda abstrak “pengajian”
yang memiliki arti kurang lebih sama dengan kata ngaji. Secara lebih mudah
pengajian dapat diartikan sebuah forum pertemuan untuk menjadi mulia, apakah
dengan melakukan ritual tertentu
Pengajian sangat erat dengan tradisi ummat muslim untuk mencari
ilmu. Sebagaimana kita ketahui bersama, thalabul ‘ilmi faridzatun ‘alal
muslimin wal muslimat. Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi orang Islam,
baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan ada hadist yang menegaskan bahwa thalabul
‘ilmi faridzatun ilal lahdi minal mahdi, mencari ilmu hukumnya wajib
semenjak di lahir hingga maut menjemput.
Pengajian saat kini banyak digelar di berbagai mushola, masjid,
hingga pondok pesantren. Bahkan tak jarang di kantor-kantor maupun di kelompok
masyarakat, seperti RT atau RW, juga terbentuk majelis taklim yang juga sering
mengadakan pengajian. Pengajian ada yang bersifat tentative, digelar pada saat
peringatan hari besar tertentu, semisal Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Nuzulul
Qur’an, Syawalan, bahkan Tahun Baru Islam. Ada juga pengajian yang digelar
secara rutin, semisal pengajian mingguan ataupun selapanan. Pengajian selapanan
merupakan pengajian yang diadakan setiap 35 hari sekali. Pengajian Jum’at
Kliwonan, Ahad Pahingan, Sabtu Ponan, merupakan beberapa contoh pengajian
selapanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar