KONTROVERSIAL IJTIHAD POLITIK DR.KH.MUSTAIN ROMLY
SEBUAH CATATAN IMAGINER AHMAD SAMMANI
Membincangkan sosok ini teringat
dengan adigium jawa yang berbunyi “wani ora usum”, ditengah budaya latah
dan haus akan pencitraan pada manusia maka meneladani beliau memberikan
pelajaran hidup tentang ikhlas dan cita-cita. Beliau dikenal sebagai kyai yang
kontroversial pada zamannya, terutama sikap politiknya yang bersebrangan dengan
arus politik warga nahdliyin, dimana beliau juga sebagai tokoh dalam organisasi
Jamiyah tersebut.
Bagi penulis, beliau tidak hanya
sebagai Mursyid Thoriqoh Qodiriah wa Naqsabandiyah, tapi lebih dari itu beliau
adalah buku hidup pelajaran politik yang wajib menjadi acuan dalam melangkah
dan bergerak.
Lahir dalam keluarga pesantren dan
dibesarkan serta didik oleh ayahandanya Romo KH Romly Tamim di Rejoso Jombang.
beliau banyak menimba ilmu di pesantren yang diasuh di pondok Pesantren Darul
Ulum Jombang, Romo KH Romly Tamim adalah seorang Mursyid Thoriqoh Qodiriah wa
Naqsabandiyah dan pembuat istighosah yang dibacakan pada waktu pendirian
jamiyah Nahdlatul Ulama (NU).
Beliau lahir pada tanggal 31 Agustus
1931 di Rejoso Jombang, pada tahun 1949 hingga 1954 melanjutkan belajarnya di
semarang dan solo di akademi dakwah al mubalighin. Setelah kembali ke Jombang
beliau aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama dan menjadi pengurus IPNU pusat
pada tahun 1954 s/d 1956. Beliau memang mempunyai semangat yang besar untuk
berorgainsasi, hingga pada tahun 1958 sang ayahanda Romo KH Romly Tamim
meninggal dunia dan beliau ditunjuk menggantikan ayahnya sebagai pengasuh
Pondok Pesantren sekaligus Mursyid Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsabandiyah dalam
usia 27 tahun. Usia yang yang sangat muda untuk menjadi Mursyid sekaligus
Pengasuh Pondok Pesantren. dan babak baru dalam hidup beliaupun dimulai.
Sebagai Pengasuh Pondok Pesantren,
beliau rajin bersilaturahim ke beberapa pondok pesantren baik nasional maupun
internasional untuk study banding. Hingga pada puncaknya yakni pada tahun 1963
beliau berkunjung ke timur tengah dan berziarah ke makam Syekh Abdul Qodir al
Jailani di Baghdad. Selain kisah mistik yang penulis tidak berani menuliskan
disini, hasil dari ziarohnya tersebut berisi niatan beliau untuk mendirikan
sebuah Universitas. Pada tahun 1965 berdirilah Universitas Pertama yang
dimiliki sebuah pesantren yang bernama Universitas Darul Ulum. Wani ora Usum,
disaat dunia pesantren yang waktu itu hanya fokus pada bidang keislaman, beliau
visioner dengan cita-cita mencetak santri yang “berhati masjidil haram, berotak
london”. Prestasi beliau yang berhasil membangun sebuah Universitas kemudian
diikuti dengan prestasi beliau mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari
Macau University pada Tahun 1977 sehingga beliau kemudian menduduki jabatan sebagai
Rektor Universitas Darul Ulum Jombang.
Dalam kapasitas beliau sebagai
Rektor, pada tahun 1981 DR KH Mustain Romly melakukan kunjungan kembali ke
timur tengah dan melakukan kerjasama dengan Iraqi University dalam bentuk tukar
menukar tenaga pengajar dan dengan Kuwait University dalam bentuk beasiswa
studi ke Kuwait.
Selain aktif dalam forum Rektor
sedunia seperti yang beliau hadiri pada tahun 1984 di Bangkok, beliau juga
beberapa kali mewakili delegasi Indonesia dalam Konfrensi Tingkat Tinggi sidang
Organisasi Konfrensi Islam (OKI).
Kiprahnya yang gemilang pada dunia
pendidikan dan cita-citanya yang besar pada peningkatan kualitas sumber daya
nahdliyin membuat beliau menjadi sosok kyai yang berpengaruh dan disegani,
hingga kemudian nama besar itu menjadi kontroversi ketika ijtihad politik
beliau yang berbeda dan tidak sejalan dengan mainstream ulama Nahdliyin.
Kita memasuki inti dari tulisan ini,
membaca beliau adalah terlalu sulit bagi umum apalagi penulis. Namun mencoba
meraba ijtihad politik beliau bukanlah hal yang tabu bukan ?
Pada tahun 1973, DR KH.Mustain Romly
menyebrang ke Golkar ditengah arus politik ulama NU yang berafiliasi ke PPP.
Kritikan dan hujatan menyertai ijtihad politik beliau yang memilih Golkar
(pendukung pemerintah) dan rival dari PPP yang merupakan partai afiliasi warga
NU. Beliau mendapatkan “pengucilan” dari para kyai NU yang berada di PPP bahkan
sempat ada ketegangan dengan keluarga selatan yang memilih kendaraan politik
PPP. Puncaknya pada tahun1977, beliau menjadi Juru kampanye Golkar dan berhasil
meyakinkan ribuan jamaahnya untuk memilih dan memenangkan Golkar.
Terjadi gejolak yang luar biasa di
kalangan Nahdliyin menyikapi sikap politik dari KH. Mustain Romly, apalagi isu
yang dibawah adalah Kyai Mustain Romly berkhianat pada NU dimana Rois am PBNU
waktu itu adalah KH Bisri Sjamsuri Denanyar Jombang dan memobilisasi jamaah
Thoriqohnya untuk kepentingan Golkar. Sehingga kemudian muncul thoriqoh Cukir
(yang berafiliasi dengan PPP) di Cukir Jombang yang dipimpin oleh KH Adlan Ali
dan mufaraqah dari thoriqoh Rejoso. Yang mengejutkan pula KH Mustain Romly juga
membuat organisasi jamaah Thoriqoh baru yang bernama Jamaah Ahli Thoriqoh
Mu’tabaroh Indonesia (JATMI) dimana beliau menjadi Rois Am dengan beberapa
generasi emas sesudahnya seperti al mursyid Prof. DR. KhadirunYahya. Organisasi
yang semacam tandingan dari organisasi Jamiyah ahli Thoriqohmu’tabaroh an
Nahdliyah yang menaungi Thoriqoh Cukir yang cenderung ke PPP seperti halnya
organisasi induknya NU, dimana sebelum itu beliau juga telah lama menjadi Rois
am nya. Sikap politik beliau menjadi dilema bagi para jamaahnya, bahkan
sebagian besar jama’ah yang tidak nyaman dengan situasi tersebut memilih
bergabung dengan Kyai Ustman al Ishaqi Surabaya yang tidak berpolitik.
Bagi penulis ada beberapa catatan
mengenai sikap dan gerak politik beliau. Ketika ditanya misal mengenai
pilihannya pada Golkar dan tidak bergabung di PPP seperti kebanyakan para kyai,
Romo Kyai Mustain menjawab dengan enteng “partai politik bukan agama”.
Kata sederhana yang menyimpan visi berpolitik beliau yang luar biasa. Beliau
mengajarkan bahwa partai itu bukan agama yang suci dan sakral tapi beliau
mengajarkan bahwa partai adalah alat perjuangan, atau jika ditafsirkan kembali
beliau hendak mengatakan NU bukanlah partai dan NU tidak milik dan hanya untuk
orang yang partainya didukung oleh NU saja. Diakui atau tidak, Sikap tegas
beliau kemudian mengilhami independensi NU dari politik praktis melalui khittah
NU pada tahun 1984 di Situbondo. Dengan jawaban itu sebenarnya ada rencana jauh
kedepan yang konkrit tentang masa depan generasi sarungan. Sesuai dengan apa
yang pernah disampaikan oleh KH Achmad Siddiq Jember bahwa “NU tidak
kemana-mana tapi dimana-mana”, maka tidak heranlah jika harapan besar
KH Mustain Romly untuk mendistribusikan potensi kader NU ke beberapa partai
politik termasuk pada Golkar theRulling Party dan PDI. Bagi beliau
Partai Politik adalah benda mati dan tergantung manusianya yang menjalankan.
Oleh karena itu kader NU idealnya harus berkiprah disemua partai untuk mewarnai
dan memperjuangkan pemikiran dan cita-cita NU dalam berbagai partai yang ada.
Ini bukan isapan jempol belaka, dalam salah satu kisah, beliau pernah memanggil
tiga muridnya yang sudahmenjadi Kyai (Kyai mustain memang kyai yang
melahirkan banyak kyai, dari mulai kyai tabib sampai kyai politik), kyai
pertama diminta untuk bergabung ke PPP sontak kyai itu gembira, kyai kedua
diminta ikut berkhidmad ke golkar dan kyai yang dari jawa tengah diminta beliau
untuk bergabung ke PDI, sontak kyai itu menangis dan enggan bergabung dalam
jamaah orang abangan, tapi setelah diyakinkan maka beliau sendiko pada
permintaan gurunya tersebut.
Sikap beliau yang waktu itu memilih
Golkar adalah pilihan cerdas walau dengan resiko cacian dan hinaan. Beliau
tidak mundur dan gentar dengan cacian itu, sikap yang menunjukkan bagaimana
beliau benar-benar ikhlas dalam melangkah, semata hanya pujian tuhan yangselalu
beliau minta dan tidak khawatir sedikitpun dengan citra dan pandangan manusia.
Pilihan cerdas dengan bergabung dalam Golkar sang penguasa, yang secara logis
dan non logis tak akan mampu dikalahkan oleh PPP. Rasionalis sejati karena
memang hegemoni Orde Baru dengan Golkarnya sulit untuk dikalahkan. Bagi beliau
membiarkan kekuasaan tanpa diisi oleh orang-orang yang baik adalah suatu
kebodohan atau jika tidak dikatakan suatu kedzoliman, untuk itu beliau masuk
kedalamnya dan membawa kader-kader Nahdliyin yang potensial untuk berkiprah di
kekuasaan dengan harapan kedepan semakin banyak orang NU yang tidak hanya bergerak
dalam sektor non formal saja tapi juga dalam sektor formal dengan mengisi
berbagai posisi strategis yang porsi nahdliyin di titik itu lemah. Masuk dalam
kekuasaan lebih baik dari pada berteriak-teriak diluar, dan saat itu melalui
pintu Golkarlah kesempatan untuk berbakti pada Negara menjadi lebih besar.
Melalui beliau kebijakan tentang pendidikan pesantren dan modernisasi pesantren
menjadi wacana yang menguat didalam kebijakan pemerintahan. Di Golkarpun beliau
adalah perumus doktrin golkar “karya kekaryaan” dengan nilai dasar perjuangan
organisasi.Tentangi hal ini secara
spontan adik dan pengganti beliau menjadi Mursyid ,K.H. A.Rifai Romly.S.H. bercerita kepada penulis ketika sedang
mijat beliau(Kyai Rifai) ,"Kyai tain iku ajange mlebu Golkar sholat Istikhoroh
disik nang Masjidil Harom.(Kyai Tain (panggilan akrab DR.K.H. Mustain Romly)mau mau Golkar Sholat Istikhoroh dulu di Masjidil Harom)"
Melalui sikap keras dan nylenehnya
dalam berpolitik yang wani ora usum itu, membuat banyak Nahdliyin
berpikir tentang manfaat dan mudharatnya posisi NU dalam politik praktis.
Sehingga menguatlah wacana Khittah NU yang diusung oleh Gus Dur yang juga
sahabat dari Romo kyai Mustain Romly. Memang secara realita saat itu bagi
organisasi apapun yang tidak mendukung pada pemerintah “digenjet” kenyataan apa
yang dialami Rhoma Irama pada masa orde baru sempat mengalami pencekalan di
TVRi karena beliau adalah Jurkam PPP.tidak memandang pada idealis apapun tapi
pada kenyataan seperti yang digambarkan penulis dikatakan dzolim bila
membiarkan Negara tanpa diisi orang yang baik.
Karena keiklasan dan kebijaksanaan
beliau tentang hal ini beliau dikecam ulama seluruh Indonesia karena dikatakan
ulama pemerintah(baca dunia),begitu kata Ustadz Tohani (imam Khususiyah Kyai
Tain sampai sekarang) kepada Penulis. Yang lebih menyedihkan tambah Cak
tohani(panggilan Ustadz Tohani) banyak wali santri yang memindahkan anak mereka
ke pondok yang lain dikarenakan kebijakan Kyai Tain.
Beliau adalah politikus cerdas
melampaui jamannya, pemain politik yang lincah dalam bermanuver. Meminjam
kata-kata dari Romo Kyai Abdul Hamid Pasuruan “jika dalam sepak bola saya
ini Keeper maka Romo Kyai Musta’in adalah Playmaker”, ya.. beliau
adalah playmaker politik yang lincah dengan skill luar biasa, penuh gocekan dan
visi bermain yang sempurna. Adapun jabatan yang pernah diamanahkan kepada Dr. KH.
Musta’in Romly adalah:
- Aggota DPR – MPR RI tahun 1983 sampai wafat.
- Wakil ketua DPP MDI tahun 1984 sampai wafat.
- Rektor Universitas Darul Ulum tahun 1965 sampai wafat.
- Al Mursyid Toriqoh Qodiriyah Wa Naqwsabandiyah tahun 1958.
- Ketua Umum Majelis Pimpinan Pondok Pesantren Darul Ulum tahun 1958 sampai wafat.
- Anggota BKS Perguruan Tinggi Swasta tahun 1983 sampai wafat.
- Anggota IAUP ( International Association of University President ) 1981 di Chicago.
- Ketua Umum Jam’iyah Thoriqot Mu’tabaroh Indonesia pada tahun 1975 sampai wafat.
Melihat
perjalanan karir politik tersebut, langkah politik beliau memang menuai
kontroversi. Di samping loncat dari PPP menuju Golkar, hal ini juga berimbas ke
dalam internal PPDU, yang terdiri dari banyak kiai. Namun apapun langkah yang
beliau tempuh ternyata berdampak sangat positif bagi internal Pondok Pesantren
Darul Ulum, NU, NKRI, dan lebih jauh adalah mengandung edukasi yang sangat
tinggi dalam membangun pemahaman kaun santri pada khususnya, dan masyarakat
(ummat) pada umumnya. Wallahu A’lam.
Sehari sebelum tanggal 1 Jumadil
Awal 1405 H atau 21 Januari 1985, beliau berkata pada supirnya “besok
disini rame, banyak mentri dan pejabat hadir”, si supir kebingungan karena
setahu dia besok tidak ada acara apa-apa di pondok. Benarlah besoknya pondok
Darul Ulum Jombang menjadi rame dengan ribuan orang, dan ternyata para mentri
dan pejabat yang hadir datang untuk bertakziah dan berbela sungkawa atas
wafatnya Romo KH MustainRomly. Beliau meninggal dunia ketika sedang dzikir
setelah sholat isya’.
Dalam segala kiprahnya yang panjang
dan kontroversial, beliau istiqomah sebagai Mursyid dari sebuah Thoriqoh pada
usia yang cukup muda hingga menghadap pada Rabbnya. Seorang yang rela
meninggalkan citra suci seorang mursyid dengan terjun ke dunia politik untuk
kemajuan nahdliyin dan negara yang ia cintai. Beliau Mursyid Thoriqoh Qodiriah
wa Naqsabandiyah dengan sanad :
1. KH Mustain Romly
2. KH Ustman al
Ishaqi
3. KH Romly Tamim
4. KH Moh. Kholil
5. KH Ahmad
Hasbullahibn Muhammad
6. Syekh Abdul
Karim
7. Syekh Khatib
assambasi
8. Syekh Syamsudin
9. Syekh Moh. Murod
10.Syekh Abdul Fattah
11.Syekh Kamaluddin
12.Syekh Usman
13.Syekh Abdurrohim
14.Syekh Abu Bakar
15.Syekh Yahya
16.Syekh Hisyamuddin
17.Syekh Waliyuddin
18.Syekh Nuruddin
19.Syekh Zainuddin
20.Syekh Syarafuddin
21.Syekh Syamsuddin
22.Syekh Moh. Hattak
23.Syekh Abdul Qodir alJailani
24.Syekh Abu Said alMubarak al
Mahzumi
25.Syekh Abu Hasan Alial Hakkari
26.Syekh Abul Faraj alThusi
27.Syekh Abdul Wahid alTamimi
28.Syekh Abu BakarDulafi al Syibli
29.Syekh Abu Qosim alJunaidi
30.Syekh Sarri AsSaqathi
31.Syekh Syekh Ma’rufal Khurki
32.Syekh Abul Hasan Alibin Musa ar
Ridho
33.Syekh Musa al Kadzim
34.Sayyid Ja’far Soddiq
35.Sayyid Muhammad alBaqir
36.Sayyid Zainal Abidin
37.Sayyidina Husein
38.Imam Ali bin AbiThalib KWA
39.Kanjeng NabiMuhammad SAW
lahumulfatihah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar