Filsafah Metafisika = Fisika dan Refleksi Isra’ Mi’raj
A. Metafisika
Metafisika mengandung Klasifikasi yang meliputi Pertama, Metaphysica Generalis (ontologi); ilmu tentang yg ada atau pengada. Kedua, Metaphysica Specialis terdiri atas: 1). Antropologi; menelaah tentang hakikat manusia, terutama hubungan jiwa dan raga. 2) Kosmologi; menelaah tentang asal-usul dan hakikat alam semesta. Dan 3). Theologi; Kajian tentang Tuhan secara rasional dengan segala abstraksi yang memungkinkan melekat pada-Nya.
Metafisika
umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada, artinya
prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Sedangkan metafisika khusus
membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam bidang-bidang khusus:
teologi, kosmologi dan psikologi. Pemilahan tersebut didasarkan pada
dapat tidaknya dicerap melalui perangkat inderawi suatu obyek filsafat
pertama. Metafisika umum mengkaji realitas sejauh dapat diserap melalui
indera sedang metafisika khusus (metafisika)
mengkaji realitas yang tidak dapat diserap indera, apakah itu realitas
ketuhanan (teologi), semesta sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun
kejiwaan (psikologi).
Disiplin filsafat pada
dasarnya tidak sepenuhnya terpisah satu sama lain karena pembahasan
metafisika tentang realitas supra inderawi, terkait dengan pembahasan
ontologi tentang prinsip-prinsip umum yang menata realitas inderawi. Istilah metafisika
dengan sifatnya yang supra inderawi inilah memunculkan keengganan orang
terhadap konsep – konesp metafisika. Kedudukan metafisika dalam dunia
filsafat sangat kuat. Pertama,
metafisika sudah merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam
pergulatan filosofis. Kedua, telaah filosofis terdapat unsur metafisik
merupakan hal yang siginifikan dalam kajian filsafat. Ini tentu sejajar
dengan siqnifikansinya yang menyebut bahwa filsafat adalah induk dari
segala ilmu.
Dengan
membincangkan metafisika memberi pemahaman bahwa filsafat mencakup
“segalanya”. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan;
disebut “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai
bagian dari filsafat dan disebut “sesudah” karena ilmu pengetahuan
khusus pasti menghadapi pertanyaan tentang batas-batas dari
kekhususannya. Maka metafisika memiliki ruang lingkup Pokok Bahasan yang
mencakup, pertama tentang kajian Inkuiri ke apa yang ada (exist), atau apa yang betul-betul ada. Kedua tentang, Ilmu pengetahuan tentang realitas, sebagai lawan dari tampak (appearance) Ketiga, Studi tentang dunia secara menyeluruh dengan segala Teori tentang asas pertama (first principle); prima causa yang wujud di alam (kosmos).
Bagian metafisika yang membincang tentang hakikat realitas disebut Ontologi. Sedangkan Kosmologi
adalah bagian metafisika tentang proses realitas sehingga menghasilkan
obyek dalam kajian metafisika yang disebut dengan obyek partikular
(materi) dan obyek universal (ide)
B. Falsafah Metafisika Agama
Ilmu
filosofis tertinggi adalah metafisika karena materi subyeknya berupa
wujud non fisik mutlak yang menduduki peringkat tertinggi dalam hierarki
wujud. Dalam terminology religius, wujud non fisik mengacu kepada Tuhan
dan malaikat. Dalam terminology filosofis, wujud ini merujuk pada Sebab
Pertama, sebab kedua, dan intelek aktif.
Filsafat Metafisika tentang
agama, yaitu pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang
gejala agama: hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius
manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang Suci (Numen) sakral : adanya kenyataan trans-empiris, yang begitu mempengaruhi dan menentukan, tetapi sekaligus membentuk dan menjadi dasar tingkah-laku manusia. Yang quddus itu dikonsepsikan sedemikian rupa sebagai Mysterium Tremendum et Fascinosum; kepada-Nya manusia hanya beriman, yang dapat diamati (oleh seorang pengamat) dalam perilaku hidup yang penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa", pemikiran menuju pembentukan infrastruktur rasional bagi ajaran agama.
Dalam kajian metafisika agama dan khususnya Islam salah satu tujuannya
adalah untuk menegakkan bangunan fondasi teologis dan tauhid secara
benar. Karena tauhid merupakan dasar dari ajaran Islam.
Kekokohan
konsepsi metafisika agama (Islam) dimaksudkan untuk menjawab tantangan
pendapat para pendukung materialisme -khususnya positifisme- yang
mengingkari eksistensi immateri dan supra-natural, yang
kedua hal tersebut adalah saripati dan hekekat substansi nilai
keagamaan. Disinilah setiap pemikir agama harus melakukan -minimal-
menjawab dua hal pokok yang menjadi tantangan kelompok meterialistik
yang tidak meyakini hal-hal yang supraindrawi,immateri dan; Pertama:
pemikir agama harus mampu membuktikan keterbatasan indera manusia dalam
melakukan eksperimen dan menyingkap segala eksistensi materi alam
semesta. Kedua: Membuktikan keberadaan hal-hal yang bersifat
non-inderawi, namun memiliki eksistensi riil dalam kehidupan di alam
kosmologi yang luas ini.
Metafisika,
berbeda dengan kajian-kajian tentang wujud partikular yang ada pada
alam semesta. biologi mempelajari wujud dari organisme bernyawa, geologi
mempelajari wujud bumi, astronomi mempelajari wujud bintang-bintang,
fisika mempelajari wujud perubahan pergerakan dan perkembangan alam.
Tetapi metafisika agama mempelajari sifat-sifat yang dimiliki bersama
oleh semua wujud ini yang dipandu oleh dimensi ke -ilahiaan untuk menemukan kebenaran hakiki atas religiusitasnya.
Kajian
tentang metafisika dapat dikatakan sebagai suatu usaha sistematis,
refleksi dalam mencari hal yang berada di belakang fisik dan partikular.
Itu berarti usaha mencari prinsip dasar yang mencakup semua hal dan
bersifat universal.Yakni sebagai hal “penyelidikan tentang Tuhan”, bisa
juga dikatakan sebagai “penyelidikan tentang dunia ilahi yang
transenden”. Metafisika sering disebut sebagai disiplin filsafat yang
terumit dan memerlukan daya abstraksi sangat tinggi. Ibarat seorang
untuk mempelajarinya menghabiskan waktu yang tidak pendek.
Ber-metafisika membutuhkan energi intelektual yang sangat besar sehingga
membuat tidak semua orang berminat menekuninya
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan konsepsi falsafah Metafisika dalam perkembangan pemikiran Islam. Disinilah perlu dilakukan sebuah pemetaan berkaitan dengan konsepsi falsafat metafisika dalam wacana pemikiran Islam. Maka dapat dipetakan kedalam sejumlah aspek
penting yang mesti dideskripsikan oleh falsafah metafisika sehingga
islam menjadi agama yang memiliki bentuknya yang komprehensip. Misalnya
pertanyaan-pertanyan yang menyangkut hal - hal sebagai
berikut bagaimana pemikir islam merumuskan hakekat metafisis Aqal dan
Jiwa (hakekat metafisis Manusia), Bagaimana pemikir Muslim merumuskan
hakekat metafisis Wujud (metafisika ketuhanan), dan Bagaimana
Pemikir-pemikir Muslim mengkonsepsikan hekakat Metafisis Falsafat
Wahyu dan Nabi dan lain sebagainya. Pada hakekatnya segala hal yang
berkaitan dengan konsepsi Islam berpedoman kepada hal-hal yang bersifat Ghoib. Maka untuk memberi rumusan hal-hal
yang bersifat ghoib ini para pemikir muslim berjuang sekuat tenaga
melalui akal pikirnya untuk berijtihad menjawabnya sehingga melahirkan
sejumlah konsep yang dapat dijadikan sumber rujukan.
Ilmu metafisika adalah ilmu yg melebihi ilmu fisika. Berbeda dari pengertian ilmu metafisika dalam khasanah western science, Falsafah metafisika Islam adalah ilmu fisika yg dilanjutkan atau ditingkatkan sehingga masuk ke dalam ilmu bi al-ghoibi
(ghaib atau rohani). Berkaitan dengan konsepsi keagamaan maka dengan
ilmu metafisika akan terungkap apa itu agama secara lebih komprehensif.
Kebenaran-kebenaran dan rahasia-rahasia agama yg selama ini dianggap
misterius, mistik, ghaib, dan sebagainya akan menjadi sebuah
konseptualisasi yang cukup nyata, relatif riel, dan dapat dijelaskan
secara falsafi. Hal ini mirip dengan peristiwa-peristiwa kimiawi yg
dulunya dianggap misterius, nujum, sulap, untuk menakut-nakuti, dsbnya,
dengan ilmu kimia menjadi nyata, dan seolah-olah riel, dan dapat
dijelaskan secara filosofis misalnya unsur air (H2O) Asam Klorida(HCL) Besi (Fe) dan lain sebagainya .
Dengan ilmu metafisika jelas bahwa agama tak lain terdiri dari hukum-hukum yang secara
konseptual riel seperti juga alam jagad raya yag tak lain terdiri dari
hukum-hukum fisika, kimia, dan biologi. Hanya saja martabat dan dimensi
hukum-hukum agama tersebut lebih tinggi dan bersifat hakiki, absolut
serta jika dilihat secara filosofis nampaklah sangat sempurnanya alam
ini. Tujuan pembahasan metafisika adalah untuk membangun suatu sistem alam semesta yang dapat memadukan ajaran agama dengan tuntutan akal.
Dengan penjelasan yg masuk akal yang falsafi filosofis maka ajaran-ajaran agama dapat diterangkan secara logis sehingga keimanan semakin meningkat. Tanpa penjelasan yang falsafi metafisis logis maka ajaran agama menjadi dogma. Tanpa penjelasan yang logis falsafai metafisis,juga maka ajaran
agama sekedar pil yang harus di telan sehingga tidak akan dapat
dihayati maksud dan tujuannya oleh umat beragama. Dari sebuah ritual dan
perintah – perintah agama yang membentuk berbagai ritualitas agama hanya bermakna sebagai beban yang
sangat berat bagi umatnya. Dengan metafisika ilmiah lah kita bisa
menghargai betapa tanpa adanya agama maka manusia tidak mungkin percaya
adanya Tuhan.
Problematika kajian metafisika tentang kosmos atau alam semesta (makrokosmos)
bukanlah membicarakan alam semesta dalam pengertian entitas-entitas
yang berbeda di alam melainkan semesta sebagai keseluruhan. Pada
dasarnya tidak ada sesuatu halpun di alam ini
yang tidak dapat ditangkap dengan panca indra namun demikian, merupakan
suatu kemustahilan untuk menangkap secara indrawi; suatu keseluruhan
sebagai keseluruhan.
C. Manfaat Falsafah Metafisika
Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan saintifik pada umumnya maupun ilmu-ilmu pengetahuan berbasis keagamaan. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, ketika kumpulan
kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok
dari luar, antara lain: metafisika, sains yang lain, kejadian personal
dan histories.
2. Metafisika mengajarkan cara berpikir yang serius, terutama dalam menjawab problem yang bersifat enigmatik (teka-teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam.
3. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas baru.
4. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran, mainstream, seperti: monisme, dualisme, pluralisme, sehingga memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu.
5. Metafisika menuntut orisinalitas berpikir, karena setiap metafisikus menyodorkan cara berpikir
yang cenderung subjektif dan menciptakan terminologi filsafat yang
khas. Situasi semacam ini diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam
rangka menerapkan heuristika.
6. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First principle) sebagai kebenaran yang paling akhir. Kepastian ilmiah dalam metode skeptis.
7. Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir Pengada,artinya
manusia memiliki kebebasan untuk merealisasikan dirinya sekaligus
bertanggung jawab bagi diri, sesama, dan dunia. Penghayatan atas
kebebasan di satu pihak dan tanggung jawab di pihak lain merupakan
sebuah kontribusi penting bagi pengembangan ilmu yang sarat dengan nilai
(not value-free)
Metafisika
mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara pengada yang satu
dengan pengada yang lain. Aplikasi dlm ilmu berupa komunikasi antar
ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis, tetapi
juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas realitas
keilmuwan.
D. Terbang dengan Kecepatan Cahaya: Refleksi Isra’ Mi’raj
Hari ini (17 Juni 2012) menurut Kalender pemerintah adalah bertepatan dengan perayaan/Peringatan Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada tanggal27 Rajab 1433 Hijriyyah. Peristiwa
Isra’ Mi’raj merupakan momen yang sangat penting dalam agama Islam,
karena setelah peristiwa itulah, Sholat 5 waktu diwajibkan bagi setiap
Muslim. Peristiwa ini sangat menarik untuk dikaji baik secara fisika maupun metafisika.
Secara istilah, Isra’ adalah berjalan di waktu malam hari, sedangkan Mi‘raj adalah alat (tangga) untuk naik. Isra mempunyai pengertian perjalanan Nabi Muhammad SAW pada waktu malam hari dari Masjid Al Haram Mekkah ke Masjid Al Aqsha di Palestina. Miraj adalah kelanjutan perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjid Al Aqsha di Palestina ke langit ke-7 (Sidratul Muntaha).
Di langit tertinggi ini tempat Nabi Muhammad saw “bertemu” dengan Allah
SWT. Isra’ Miraj adalah kisah perjalanan Nabi Muhammad ke langit ke
tujuh dalam waktu semalam(www.bambies.wordpress.com).
Prosesi
sejarah perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad termaktub dalam Qur’an
Surat (QS) Al-Isra’ ayat 1 dan QS An-Najm ayat 13-18, yang berbunyi:
“Maha
suci Allah yang menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil
Haram ke Majidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. (QS.
17. Al-Isra’ :1)
“Dan
sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat
(Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril)
ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya
tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)
E. Isra’ dan Mi’raj Antara Fenomena Fisika dan Metafisika
a. Kajian Metafisika
Ketika Nabi Muhammad SAW menceritakan peristiwa Isra’ dan Mikraj yang dialaminya, pada masa itu terdapat dua kubu, antara kubu (kaum) yang percaya (beriman) dan kaum yang tidak tidak percaya (kaum Quraisy). Bagi umat Muslim, bahwa seseorang disebut beriman, jika dia percaya kepada hal-hal ghaib (metafisika) yang terangkum pada 6 rukun iman. Diantaranya:
(1) beriman (percaya) kepada Allah SWT,
(2) percaya kepada adanya Malaikat,
(3) percaya kepada Rasul-Rasul Allah,
(4) percaya kepada Kitab-Kitab Allah,
(5) percaya kepada adanya Hari Kiamat,
(6) percaya kepada Qada dan Qadar (Takdir Allah di alam semesta).
Berkaitan
dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu, itu berarti seorang Muslim
langsung mengimplementasikan keyakinannya kepada 6 rukun iman di atas.
(1) Apa yang diwahyukan/disampaikan oleh Rasul Muhammad SAW berarti semuanya benar. Ini implementasi rukun iman ke-3 dan ke-4
(2) Rasulullah dibantu oleh Malaikat Jibril untuk perjalanan itu. Ini Rukun iman ke-2
(3) Malaikat
Jibril “membawa” Nabi ke Palestina dan ke Sidratul Muntaha (langit
ke-7) tentu atas perintah dari Allah SWT. Ini rukun iman ke-1 dan ke-2
(4) Selama
perjalanan Mi’raj (ke langit), Nabi diperlihatkan bagaimana bentuk
balasan dari umat manusia yang taat dan membangkang terhadap perintah
Allah SWT setelah hari Kiamat kelak. Ini rukun iman ke-5.
(5) Kita
percaya kepada semua ketentuan Allah SWT di alam semesta ini baik kita
inginkan maupun tidak kita inginkan, baik bisa diterima logika maupun
belum. Ini yang disebut sebagai Qada dan Qadar. Dan Ini adalah bentuk
aplikasi rukun iman ke-6.
b. Kajian Fisika
Di dalam ilmu fisika modern, kecepatan partikel/benda yang paling cepat saat ini adalah kecepatan cahaya (light speed). Kecepatan cahaya adalah sebuah konstanta fisika yang disimbolkan dengan huruf c,
Konstanta ini sangat penting dalam fisika dan bernilai 299.792.458
meter per detik. Nilai ini merupakan nilai eksak disebabkan oleh panjang
meter didefinisikan berdasarkan konstanta kelajuan cahaya. Kelajuan
ini merupakan kelajuan maksimum yang dapat dilajui oleh segala bentuk
energi, materi, dan informasi dalam alam semesta. (www.wikipedia.org).
Nilai c hasil perhitungan => c = 299792.5 km/det
Nilai c hasil pengukuran:
1. US National Bureau of Standards, c = 299792.4574 + 0.0011 km/det
2. The British National Physical Laboratory, c = 299792.4590+0.0008 km/det
3. Konferensi
ke 17 tentang Ukuran dan Berat Standar “Satu meter adalah jarak tempuh
cahaya dalam ruang hampa selama 1/299792458 detik (http://efrialdy.wordpress.com).
Malaikat terbuat dari Cahaya (Nur), seperti pada dalil berikut ini:
“Allah
menciptakan malaikat dari cahaya, menciptakan jin dari nyala api, dan
menciptakan Adam dari apa yang telah disifatkan (dijelaskan) kepada
kalian.”(Diriwayatkan Muslim). DR. Mansour Hassab El Naby, pakar astrofisika dari Mesir telah berhasil membuktikan pernyataan Al-Qur’an dan hadist Rasulullah SAW bahwa Zat Malaikat adalah Cahaya. Dasar El Naby adalah Al-Qur’an surah As-Sajadah ayat 5 yang menyatakan sebagai berikut:
“Dia
mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu”
Diketahui
bahwa kecepatan cahaya sebesar 300.000 km per detik (bulatan angka
299.792,4989 km/detik temuan el-Naby). Jika benar materi malaikat adalah
cahaya, maka mau tak mau kecepatan geraknya haruslah sesuai dengan
ukuran kecepatan cahaya temuan para fisikawan.
Untuk
hal itu, elNaby harus membuktikan apakah benar pernyataan Al-Qur’an
ini; kecepatan malaikat 1 : 1000 tahun adalah sama nilainya dengan
300.000 km/detik. Jika benar (1:1000) = 300.000 km/detik, berarti
benarlah bahwa zat malaikat adalah cahaya. Apa hasilnya ? Ternyata 1
:1000. tahun = 300.000 km/detik! (Sumber: Pettarani Bone, Kompasiana.com, 20 Januari 2012, “Umur 63 Tahun Tidak Sampai Satu Detik”).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar