Kamis, 09 Mei 2013







Ucapan yang keluar dari nafs yang penuh gejolak dan hati yang buruk akan menggerakkan dan membangkitkan keburukan dari lawan bicaranya. Oleh karena itu, pada saat berbicara hendaknya manusia memperhatikan nafs-nya ataupun nafs orang lain agar tercapai kebaikan dan ketenangan. 

Betapa indah ucapan sayidina Ali kwh ketika menjelaskan rahasia ucapan:

‘Wadah (lahan) ucapan adalah hati, gudangnya adalah pikiran (fikr), penguatnya adalah akal, pengungkapnya adalah lisan, jasadnya adalah huruf, ruhnya adalah makna, hiasannya adalah i’rob dan aturannya adalah kebenaran. Pengaruh ucapan pada pendengar tergantung pada nafs pembicara. Jika ucapan tersebut muncul dari jiwa yang kuat, maka akan memberikan kesan yang kuat. Dan jika muncul dari jiwa yang lemah, maka akan memberikan kesan yang lemah. Oleh karena itu sebelum berbicara manusia harus memperhatikan keadaan jiwanya agar kalimat yang ia ucapkan muncul dari jiwa yang tenang (sakînah), sehingga ia dapat berbicara kepada temannya dengan lemah lembut, dapat merebut dan menyenangkan hatinya, dan tidak membuatnya marah.”

Allah SWT berfirman:

“Serulah (manusia) kepada êalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS An-Nahl, 16:125)

Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS Fushshilat, 41:43)

“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS Fushshilat, 41:35)

Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki sifat-sifat mulia akan memperoleh karunia yang sangat besar dari Allah. Pahamilah persoalan ini dan berusahalah untuk berperilaku dengan sifat-sifat mulia tersebut, yakni dengan akhlak kaum khowwâsh (khusus).

Wahai saudaraku, perhatikanlah akhlak-akhlak yang mulia ini dan berlombalah untuk meraihnya. Pergaulilah manusia dengan sopan santun. Hindarilah gejolak nafs, karena bila nafs bergejolak, ia akan kembali pada tabiatnya, yaitu cenderung untuk melakukan perbuatan buruk dan menampakkan aib. Sedangkan jika nafs telah rela dan senang, maka ia akan merasa lapang dan siap untuk melakukan berbagai perbuatan baik.

Jauhilah pertentangan dan pertengkaran dengan segenap tenagamu, baik secara lahir maupun batin. Jika kamu tidak mampu menghindarinya secara batiniah, maka hindarilah secara lahiriah. Perlakukanlah temanmu dengan baik, sebab pertentangan merupakan sumber keburukan dan bencana, sebagaimana dikatakan: Pertentangan membangkitkan permusuhan dan permusuhan mendatangkan bencana.

Oleh karena itu wahai saudaraku, berusahalah untuk hidup rukun dan tenangkanlah nafs-mu, karena jika antara hati yang satu dan yang lain telah saling bersesuaian, maka manusia akan mudah mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan keberkahan pun akan turun. Ali kwh berkata: Biasakanlah dirimu untuk berniat dan bertujuan baik, niscaya kamu akan sukses.

Betapa banyak niat lebih bermanfaat daripada amal. Pahamilah hal ini! Perbaikilah akhlakmu, niscaya kamu akan mendapat petunjuk dalam setiap urusanmu. Ilmu diperoleh dengan belajar sedangkan hilm (sabar, santun) diperoleh dengan latihan.

Dikatakan dalam sebuah syair:

Sebelum jadi penyantun
ia dipukul dengan tongkat dahulu
Seseorang dididik
tak lain agar berilmu

Manusia harus menjaga ucapannya, jangan sampai ia mengucapkan kata-kata buruk atau menceritakan pembicaraan yang buruk kepada seseorang, karena kelak ia akan terkena aibnya dan akan mendapat dosa paling banyak. Seorang penyair berkata:

Tak akan berkata jorok, si orang mulia,
Tak akan pula menghapal ucapan tercela
Ia curahkan semua tenaga,
Dan bila bicara indah dan benar ucapannya

Seorang manusia hendaknya tidak berbicara ketika berada dalam keadaan emosional atau marah. Sebab, saat itu nafs-nya sedang bergolak dan berkobar sehingga ia mudah tergelincir dalam kesalahan. Oleh karena itu, hendaknya ia bersabar hingga nafs tenang.

(Memahami Hawa Nafsu, Îdhôhu Asrôri ‘Ulûmil Muqorrobîn
Sumber    SUFI ROAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar