April Mop, Balasan Barat Terhadap Muslim Andalusia
April Mop di Barat dikenal dengan The April’s Fool Day. Pada 1 April itu, orang boleh dan sah-sah saja menipu teman, orang tua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, maka dirinya juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tentu saja bukan marah sungguhan, dengan mengatakan, "April Mop!".
Namun banyak umat Islam yang ikut-ikutan merayakan April Mop ini tidak mengetahui, bahwa April Mop, atau The April’s Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 M, atau bertepatan dengan 892 H.
Saat itu terjadi pembantaian ribuan umat Islam di Granada Spanyol di depan pelabuhan. Dengan tipuan akan diberangkatkan ke keluar Andalusia dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Ratu Isabella, Muslim Andalusia malah dikonsentrasikan dan dengan mudah dibantai habis dalam waktu sangat singkat oleh ratusan pasukan salib yang mengelilingi dari segala penjuru.
Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Mereka kebanyakan terdiri atas para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.
Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.
Itulah akhir dari kejayaan Islam di Andalusia. Sebuah peradaban Islam yang dimulai dari perjuangan Tariq Bin Ziyad pada tahun 711 M dan berakhir pada 1487 M. Selama tujuh abad lebih peradaban ini telah menyumbangkan kepada dunia, kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan, kebudayaan serta aspek-aspek ke-islaman, Andalusia kala itu boleh dikatakan sebagai pusat kebudayaan Islam dan Ilmu Pengetahuan yang tiada tandingannya setelah Konstantinopel dan Bagdad.
Balasan Barat Terhadap Muslim Andalusia
Namun ada sebuah kisah yang sangat memilukan. Pada 2 Januari 1492, kardinal Devider memasang salib di atas Istana Hamra; istana kerajaan Nashiriyah di Spanyol. Tujuannya sebagai bentuk proklamasi atas berakhirnya pemerintahan Islam di Spanyol.
Kaum Muslimin dilarang menganut Islam, dan dipaksa untuk murtad. Begitu juga mereka tidak boleh menggunakan bahasa Arab, siapa yang menentang perintah itu akan dibakar hidup hidup setelah disiksa dengan berbagai cara. Gereja di masa pemerintahan monarki Raja Ferdianand dan Isabella membuat Dewan Mahkamah Luar Biasa atau yang dikenal dengan Lembaga Inkuisi sebuah lembaga peradilan yang bertugas untuk menghabisi siapa saja orang-orang di luar Katholik. Lembaga ini kemudian bermetamorfosa menjadi Opus Dei.
Empat abad setelah jatuhnya Islam di Spanyol, Napoleon Bonaparte pada 1808 mengeluarkan instruksi untuk menghapuskan Dewan Mahkamah Luar Biasa tersebut. Dan di sinilah kisah ini berawal. Ditulis oleh Syaikh Muhammad Al Ghazali dalam bukunya At Ta’asub Wat Tasamuh (hal 311-318).
Tentara Prancis menemukan tempat sidang Dewan Mahkamah Luar Biasa itu di sebuah ruang rahasia di dalam gereja. Di sana ada alat alat penyiksaan seperti alat pematah tulang dan alat pengoyak badan. Alat ini untuk membelah tubuh manusia. Ditemukan pula satu peti sebesar kepala manusia. Di situlah diletakkan kepala orang yang hendak disiksa. Satu lagi alat penyiksaan ialah satu kotak yang dipasang mata pisau yang tajam. Mereka campakkan orang orang muda ke dalam kotak ini, bila dihempaskan pintu maka terkoyaklah badan yang disiksa tersebut.
Di samping itu ada mata kail yang menusuk lidah dan tersentak keluar, dan ada pula yang disangkutkan ke payudara wanita, lalu ditarik dengan kuat sehingga payudara tersebut terkoyak dan putus karena tajamnya benda benda tersebut. Nasib wanita dalam siksaan ini sama saja dengan nasib laki laki, mereka ditelanjangi dan tak terhindar dari siksaan.
Inilah jawaban untuk kita, mengapa saat ini, kita tidak menemukan bekas-bekas peradaban Islam yang masih hidup di Spanyol. Seolah-olah tersapu bersih, sebersih-bersihnya. Inilah balasan Barat terhadap Muslim.
Dahulukan La Ilaha
ill-Allah Bukan Moralisme أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول
الله Assalamualaikum Wr Wb Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam
mengibarkan bendera La ilaha ill-Allah bukan bendera lainnya. Padahal
dengan mengibarkan bendera La ilaha ill-Allah bangsa Arab bukan saja
enggan menerima seruan tersebut, tetapi bahkan menentang dengan keras
sampai ke tingkat mengusir dan memerangi Nabi shollallahu ’alaih wa
sallam dan para sahabat. Tidakkah ada pilihan strategi lain yang lebih
memperkecil resiko dan mengandung maslahat lebih besar? Misalnya,
mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak diarahkan Allah untuk
mengibarkan panji Moralisme yang lebih solutif menghadapi problema
perilaku bangsa Arab yang saat itu sarat diwarnai kerusakan dan
kebejatan? Bila bendera Moralisme yang dikibarkan sejak hari pertama
sangat mungkin menghasilkan penerimaan kaum pejuang susila dari kalangan
bangsa Arab yang sudah muak menyaksikan tersebarnya kerusakan moral.
Perhatikanlahlah tulisan Sayyid Quthb berikut ini: Pada waktu Rasulullah
s.a.w. diutus, tingkat kesusilaan di Semenanjung Arab berada dalam
titik yang amat rendah dalam banyak seginya, di samping hal-hal yang
mulia yang asli baduwi (di perkampungan dan bukan di kota, pent) yang
masih ada dalam masyarakat. Ketidakadilan merajalela dalam masyarakat,
tergambar dalam kata-kata penyair Zuhair bin Abi Salma : “Siapa yang
tidak mempertahankan kolam airnya dengan senjatanya akan diruntuhkan dan
siapa yang tidak menganiaya manusia akan dianiaya.” Hal itu digambarkan
juga oleh perkataan yang terkenal di zaman jahiliyah: “Tolonglah
saudaramu baik ia menganiaya atau dianiaya.” Minuman yang memabukkan dan
perjudian telah menjadi tradisi masyarakat yang tersebar luas. Dan
menjadi suatu hal yang dibangga-banggakan. Pelacuran dengan segala
bentuknya telah menjadi tanda dari masyarakat ini, sebagaimana
keadaannya dalam setiap masyarakat jahiliyah, baik yang kuno maupun yang
modern. Barangkali ada yang mengatakan : Sesungguhnya adalah dalam
kekuasaan Muhammad s.a.w. untuk mengumumkan suatu da’wah reforrnasi yang
menyangkut dengan perbaikan budi pekerti, pembersihan masyararakat dan
pensucian diri. Barangkali ada yang mengatakan : Sesungguhnya Muhammad
shollollahu alaihi wa sallam pada waktu itu dapat menjumpai jiwa-jiwa
yang baik yang merasa sakit melihat kekotoran ini, sebagaimana dijumpai
oleh setiap reformis susila di setiap lingkungan. Jiwa-jiwa ini
dipengaruhi oleh keluhuran dan keinginan untuk memperkenankan seruan
reformasi dan pembersihan. Barangkali ada orang yang berkata :
Seandainya hal itu diperbuat oleh Rasulullah s.a.w. semenjak dari
pertama kali tentulah ia akan diperkenankan oleh sejumlah orang yang
baik, yang bersih budi pekertinya, yang suci jiwa mereka, sehingga
mereka itu lebih dekat untuk menerima dan memikul aqidah, dan tidak
perlu lagi mengobarkan seruan La ilaha illa-llah yang menimbulkan
opposisi yang kuat semenjak permulaan jalan. Jelas sekali bahwa saat
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam diperintahkan Allah untuk
berda’wah di Mekkah beliau menghadapi problema kebangkrutan moral di
tengah masyarakat. Adalah sangat wajar bila orang mengusulkan agar Nabi
shollallahu ’alaih wa sallam mengawali da’wahnya dengan mengibarkan
bendera Moralisme. Artinya bisa saja Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
menyerukan suatu gerakan reformasi moral, apalagi beliau sendiri
terkenal berakhlak mulia. Jika ini dijadikan entry point beliau dalam
mengawali da’wah Islam tentulah akan begitu banyak pendukung berbaris di
belakang beliau. Bukankah ini jauh lebih kondusif daripada mengibarkan
bendera La Ilaha ill-Allah yang hanya menimbulkan kegoncangan dan
perlawanan dari kebanyakan bangsa Arab? Lalu mengapa bukan jalan ini
yang ditempuh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam? Mengapa beliau malah
menempuh jalan yang susah-payah menghasilkan begitu banyak rintangan
bahkan repons balik yang keras? Simaklah penjelasan Sayyid Quthb
selanjutnya: Tetapi Allah Yang Mahasuci mengetahui bahwa bukan itu
jalannya. la mengetahui bahwa akhlak hanya dapat berdiri di atas dasar
suatu aqidah yang meletakkan ukuran dan menetapkan nilai : sebagaimana
juga menetapkan kekuasaan yang akan menjadi sandaran ukuran dan nilai
ini dan pembalasan yang dimiliki kekuasaan ini, dan memberikannya baik
kepada yang mematuhi maupun kepada yang melanggar. Sebelum aqidah yang
seperti ini ditetapkan, dan kekuasaan yang seperti ini ditentukan maka
seluruh nilai-nilai akan tetap terombang- ambing, dan kesusilaan yang
berdiri di atasnya akan tetap terombang-ambing juga, tanpa pengendalian,
tanpa kekuasaan dan tanpa sanksi. Islam merupakan ajaran yang
memposisikan aqidah sebagai fondasi sedangkan akhlak sebagai bangunan
yang berdiri di atas fondasi tersebut. Itulah sebabnya Nabi shollallahu
’alaih wa sallam diperintahkan untuk mengibarkan bendera La ilaha
ill-Allah terlebih dahulu bukan panji Akhlak atau Moralisme. Sebab
bendera La ilaha ill-Allah yang mencerminkan penancapan fondasi aqidah
haruslah didahulukan sebelum berharap masyarakat dapat merubah atau
memperbaiki akhlaknya. Sehingga jelas dan tegas Sayyid Quthb menyatakan:
” Sebelum aqidah yang seperti ini ditetapkan, dan kekuasaan yang
seperti ini ditentukan maka seluruh nilai-nilai akan tetap terombang-
ambing, dan kesusilaan yang berdiri di atasnya akan tetap
terombang-ambing juga, tanpa pengendalian, tanpa kekuasaan dan tanpa
sanksi.” Bilamana aqidah telah tertancap dengan benar dan lengkap dalam
suatu masyarakat maka mereka akan memiliki motivasi yang tidak terkait
dengan kepentingan duniawi apapun ketika menegakkan segenap tuntutan
aqidah tersebut. Mereka akan menjadikan sesuatu di luar dunia sebagai
pendorong utama mereka dalam mewujudkan kelengkapan bangunan Islam di
atas fondasi aqidah kokoh tadi. Motivasi tersebut berupa cita-cita
menikmati janji Allah di akhirat, yakni: Surga. Hal inilah yang
menyebabkan mereka sejak awal rela bersusah-payah mengibarkan bendera La
Ilaha ill-Allah walaupun berakibat derita dan permusuhan dari keluarga
dan masyarakat mereka sendiri. Inilah yang ditulis Sayyid Quthb
selanjutnya: Untuk mendirikan agama ini mereka telah mendapat satu
janji, di mana kemenangan dan kekuasaan tidak ikut serta dan bahkan juga
tidak bagi agama yang berada di tangan mereka ini, suatu janji yang
tidak berhubungan dengan sesuatupun dalam kehidupan dunia ini, sebuah
janji, yaitu: sorga. Inilah hanya yang dijanjikan kepada mereka atas
perjuangan yang penuh derita dan penderitaan yang pahit, dan terus
berda’wah dan menghadapi kejahiliyahan dengan sesuatu hal yang dibenci
oleh mereka yang berkuasa di tiap zaman dan di tiap tempat : yaitu: La
ilaha illa-llah. Para sahabat tatkala diajak kepada seruan aqidah tidak
dijanjikan oleh Nabi suatu kepentingan duniawi apapun. Mereka tidak
dijanjikan apapun selain surga di akhirat. Mereka tidak dijanjikan bakal
mendapat perbaikan nasib berupa gaji besar atau kedudukan prestisius
berupa jabatan formal di tengah masyarakat. Maka pantaslah bilamana
istri Nabi shollallahu ’alaih wa sallam, yaitu Aisyah radhiyallahu ‘anha
melontarkan kalimat sebagai berikut: لو أن أول ما نزل من القرآن لا
تشربوا الخمر لقالوا لا والله لا نترك الخمر أبدا و لو كان أول ما نزل من
القرآن لا تزنوا لقالو لا و الله لا نترك الزنا أبدا و لكن كان أول ما نزل
من القرآن سور المفصل فيها ذكر الجنة و النار حتى ثابت القلوب إلى ربها ثم
نزل الحلال و الحرام “Andaikan awal yang diturunkan dari Al-Qur’an adalah
jangan minum khamr, niscaya mereka berkata “Demi Allah kami takkan
meninggalkan khamr”. Andaikan awal yang diturunkan dari Al-Qur’an adalah
jangan berzina, niscaya mereka berkata “Demi Allah kami takkan
meninggalkan zina”. Akan tetapi awal yang diturunkan ialah surah-2
detail mengenai surga dan neraka, sehingga hati menjadi teguh mengingat
Allah. Barulah kemudian (lambat-laun) diturunkan (daftar perkara) halal
dan haram.” Saudaraku, inilah barangkali pokok pangkal masalah di negeri
kita dan banyak negeri muslim lainnya. Banyak orang tahu bahwa ada
kebangkrutan moral yang berkembang dimana-mana dewasa ini. Namun kita
tidak secara konsisten membenahi masalah dari akarnya, yakni pembinaan
aqidah. Kita mengira bahwa kerusakan moral dapat diselesaikan hanya
dengan mengibarkan bendera gerakan reformasi moral dengan penuh
semangat. Kita menyangka bahwa urusan perbaikan moral tidak ada
kaitannya dengan urusan aqidah serta ideologi. Kita tidak sadar bahwa
manusia tidak mungkin disuruh mentaati suatu perintah atau menjauhi
suatu larangan bila di dalam dirinya belum ada fondasi aqidah serta
keyakinan kokoh terhadap fihak yang menjadi sumber perintah dan larangan
tersebut. Di sinilah kita lihat mengapa Nabi Muhammad shollallahu
’alaih wa sallam secara konsisten di bawah bimbingan wahyu Allah terus
mendahulukan pengibaran bendera La ilaha ill-Allah sebelum pengibaran
panji Moralisme. Padahal beliau sangat faham bahwa kebangkrutan moral
sedang merajalela di tengah masyarakat. Padahal beliau adalah seorang
manusia yang dikenal luas memiliki akhlak mulia yang dapat menjadi
teladan dalam bidang pembenahan moral dan akhlak. Padahal beliau sangat
faham bahwa langkah pengibaran bendera La ilaha ill-Allah merupakan
pilihan yang tidak populer di tengah masyarakatnya. Padahal beliau
sangat faham bahwa pengibaran panji Moralisme sangat mugkin mendulang
simpati masyarakat luas. Saudaraku, prioritas utama da’wah Islam
bukanlah memperbanyak pendukung atau konstituen. Walaupun tentunya
selaku aktivis da’wah kita pastilah akan sangat gembira bila melihat
da’wah Islam memperoleh dukungan banyak orang. Tetapi itu bukanlah
prioritas utama. Prioritas utama da’wah Islam ialah memastikan
gerakannya berada di atas jalan yang diridhai Allah, jalan yang telah
ditempuh oleh teladan utama kita bersama, yaitu jalan Nabi Muhammad
shollallahu ’alaih wa sallam. Memang idealnya ialah gerakan da’wah Islam
berada di atas jalan yang diridhai Allah sambil memperoleh dukungan
banyak orang. Tetapi belajar dari teladan utama kita Nabi Muhammad
shollallahu ’alaih wa sallam tidaklah demikian keadaannya. Setidaknya
tidaklah demikian keadaannya saat da’wah berada dalam tahap awal
perjuangannya menghadapi kejahiliyahan masyarakat yang masih begitu
dominan. Wallahu a’lam bish-showwaab.- Ya Allah, curahkanlah kepada kami
rahmat dan ridhaMu selalu. Bimbinglah kami selalu agar berada di atas
jalanMu yang benar, jalan NabiMu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.
Ya Allah, janganlah dunia menjadi pertimbangan utama kami saat berjuang
di atas jalan da’wahMu. Ya Allah, kami mohon kepadaMu surgaMu dan
segenap ucapan serta perbuatan yang dapat mendekatkan kami kepadanya. Ya
Allah, kami berlindung kepadaMu dari nerakaMu dan segenap ucapan serta
perbuatan yang dapat mendekatkan kami kepadanya. Wassalam
Read more at:
http://alifbraja.blogspot.com/2012/07/dahulukan-la-ilaha-ill-allah-bukan.html
Copyright
© ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar