Kamis, 02 April 2015

khalid bin walid
Tulisan ini adalah bagian kecil dari biografi seorang tokoh terkemuka umat ini, dia salah seorang pahlawan dan kesatria umat ini, dia salah seorang tokoh shahabat Rasulullah saw yang mulia, dan dari perjalanan hidupnya ini kita akan menggali berbagai pelajaran dan ibrah.
Shahabat Rasulullah SAW ini masuk Islam pada tahun kedelapan hijriyah dan telah terjun dalam puluhan peperangan.
Para sejarawan mencatat, dia tidak pernah kalah dalam satu peperanganpun baik pada saat jahiliyah atau setelah masuk Islam, dia berkata tentang dirinya: Sungguh dengan tanganku ini telah terpotong sembilan pedang pada saat peperangan Mu’tah sehingga tidak tertinggal di tanganku kecuali sebuah pedang yang berasal dari Yaman”. Hal ini membuktikan tentang keberaniannya yang brilian dan kekuatan besar yang telah dianugrahkan baginya oleh Allah pada jasadnya. Dan beliau adalah komando pasukan kaum muslimin pada perang yang masyhur yaitu perang Yamamah dan Yarmuk, dan beliau telah melintasi perbatasan negeri Iraq menuju ke Syam dalam lima malam bersama para tentara yang mengikutinya. Inilah salah satu keajaiban komandan perang ini. Nabi saw telah menggelarinya dengan sebutan pedang Allah yang terhunus, dan beliau memberitahkan bahwa dia adalah salah satu pedang Allah terhadap orang-orang musyrik dan kaum munafiq.
Dia adalah seorang kesatria, Khalid bin Walid bin Al-Mugiroh Al- Qurosy Al-Makhzumy Al-Makky, anak saudari ummul mukminin Maimunah binti Al-Harits ra, dia seorang lelaki yang kekar, berpundak lebar, bertubuh kuat, sangat menyerupai Umar bin Al-Khattab ra. Shahabat memilki sikap kepahlawanan besar yang mencerminkan dirinya sebagai seorang pemberani dalam membela agama ini, di antara cerita tentang kepahlwanan beliau adalah apa yang terjadi pada perang Mu’tah, pada tahun ke delapan hijriyah, pada tahun dia memeluk Islam.
Jumlah tentara kaum muslimin pada saat itu sekitar tiga ribu personil sementara bangsa Romawi memilki dua ratus ribu personil, melihat tidak adanya keseimbangan jumlah tentara kaum muslimin di banding musuh mereka, terkuaklah sikap kesatria dan kepahlawanan kaum muslimin pada peperangan ini.
Nabi saw telah memerintahkan agar pasukan dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, dan jika dia terbunuh maka kepeminpinan berpindah kepada Ja’far bin Abi Thalib, dan jika terbunuh maka kepeminpinan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah. Semua peminpin di atas mati syahid pada peperangan ini, lalu bendera diambil alih oleh Tsabit bin Aqrom, dan dia berkata kepada kaum muslimin : Pilihlah seorang lelaki sebagai pemimpin kalian, maka mereka memilih Khalid bin Walid, maka pada peristiwa inilah tampak jelas keberanian dan kejeniusannya.
Dia kembali mengatur para pasukan, maka dia merubah strategi dengan menjadikan pasukan sayap kanan berpindah ke sayap kiri dan sebalikanya pasukan sayap kiri berpindah ke sebelah kanan, kemudian sebagian pasukan diposisikan agak mundur, setelah beberapa saat mereka dating sekan pasukan batuan yang baru datang, hal ini guna melemahkan semangat berperang musuh kemudian kesatuan tentara kaum muslimin terlihat menjadi besar atas pasukan kaum Romawi sehingga menyebabkan mereka mundur dan semangat mereka melemah.
Dia telah memperlihatkan berbagai macam bentuk keberanian dan kepahlawanan yang tidak bisa tandingi oleh semangat para pahlawan. Selain itu, dengan keahliannya dan kecerdasannya dia mulai mengarahkan pasukan kaum muslimin untuk mundur secara teratur dengan cara yang unik, dan cukuplah dengan pukulan yang seperti itu, dan beliau melihat agar pasukan kaum muslimin tidak terserang pada sebuah peperangan yang tidak sebanding.
Qais bin Hazim berkata: Aku telah mendengar Khalid berkata : Berjihad telah menghalangiku mempelajari Al-Qur’anul Karim. Abu Zannad berkata : Pada Sa’ad Khlaid akan meninggal dunia dia menangis dan berkata :
“Aku telah mengikuti perang ini dan perang ini bersama pasukan, dan tidak ada satu jengakalpun dari bagian tubuhku kecuali padanya terdapat bekas pukulan pedang atau lemparan panah atau tikaman tombak dan sekarang aku mati di atas ranjangku terjelembab sebagaiamana matinya seekor unta. Janganlah mata ini terpejam seperti mata para pengecut”.
Sungguh Khalid mengharapkan mati syahid dan semoga Allah menyampaikannya pada derjat yang dicita-citakannya.
KISAH MASUK ISLAMNYA KHALID BIN WALID
Dahulu sebelum masuk Islam Nama Khalid bin Walid sangat termashur sebagai panglima Tentara Kaum Kafir Quraisy yang tak terkalahkan. Baju kebesarannya berkancingkan emas dan mahkota dikepalanya bertahtahkan berlian. Begitu gagah dan perkasanya Khalid baik di Medan perang maupun  ahli dalam menyusun strategi perang.
Pada waktu Perang UHUD melawan tentara Muslimin pimpinan Rasulullah SAW banyak  Syuhada yang Syahid terbunuh ditangan Khalid bin Walid.
Setelah itu Khalid memerintahkan pasukannya untuk kembali, sejak itu Khalid termenung terngiang selalu akan kata kata  Nabi Muhammad SAW dan penasaran akan sosok Beliau. Mak,a Khalid mengutus mata-mata ( intel ) untuk memantau dan mengamati aktivitas Muhammad SAW setelah perang UHUD tersebut.
Setelah cukup lama memata-matai Rasulullah akhirnya utusan Khalid bin Walid melaporkan hasil pengamatan tersebut, kata utusan tersebut :
Aku mendengar semangat juang yang dikemukakan muhammad kepada para pasukannya. Muhammad  mengatakan ”, Aku heran kepada seorang panglima khalid bin Walid yang gagah perkasa dan cerdas, tapi kenapa dia tidak paham dengan Agama Allah  yang aku bawa, sekiranya Khalid bin Walid tahu dan paham dengan Agama yang aku bawa, dia akan berjuang bersamaku (Muhammad), Khalid akan aku jadikan juru rundingku yang duduk bersanding di sampingku.
Kata kata mutiara tersebut disampaikan mata-mata Khalid bin walid di Mekkah kepada panglimanya.
Mendengar laporan Intel tersebut semakin membuat Risau Khalid bin Walid hingga akhirnya Khalid memutuskan untuk bertemu Muhammad dengan menyamar dan menggunakan Topeng menutup wajahnya hingga tidak di kenali oleh siapapapun.
Khalid berangkat seorang diri dengan menunggang Kuda dan menggunakan baju kebesarnnya yang berhias emas serta mahkota bertahta berlian namun wajahnya ditutupi Topeng. Di tengah perjalanan Khalid bertemu dengan Bilal yang sedang bedakwah kepada para petani.
Dengan Diam-diam Khalid mendengarkan dan menyimak apa yang di sampaikan oleh Bilal yang membacakan surat Al Hujarat ( Qs 49:13 ) yang artinya :
”Hai manusia kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kamu saling mengenal dengan baik. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang-orang yang paling bertaqwa karena sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha Mengenal”
Khalid terperangah bagaimana mungkin Bilal R.A yang kuketahui sebagai Budak hitam dan buta huruf bisa berbicara seindah dan sehebat itu  tentu itu benar perkataan dan Firman Allah. Namun gerak gerik mencurigakan Khalid bin walid di ketahui Ali bin Abi Thalib R.A , dengan lantang Ali berkata :
Hai penunggang Kuda Bukalah topengmu agar aku bisa mengenalimu, bila niatmu baik aku akan layani dengan baik  dan bila niatmu buruk aku akan layani pula dengan buruk” 
Setelah itu dibukalah Topeng tampaklah wajah  Khalid bin Walid seorang Panglima besar kaum Kafir Quraisy yang berjaya diperang UHUD  dengan tatapan mata yang penuh karismatik Khalid berkata  :
”Aku kemari punya niat baik untuk bertemu Muhammad dan menyatakan diriku masuk Islam” Kata Khalid bin Walid. Wajah Ali yang sempat tegang berubah menjadi berseri-seri ”Tunggulah kau di sini Khalid saya akan sampaikan berita gembira ini kepada Rasululluh SAW” Kata Ali bin Abi Thalib.
Bergegas Ali menemui Rasululluh SAW dan menyampaikan maksud kedatangan Khalid bin Walid sang panglima perang. Mendengar berita yang disampaikan Ali, wajah Rasulullah SAW berseri seri lalu mengambil sorban hijau miliknya lalu dibentangkan di tanah sebagai tanda penghormatan kepada Khalid bin Walid  yang akan datang menemuinya.
Lalu Rasululluh SAW menyuruh Ali menjemput  Khalid untuk menemuinya. Begitu Khalid datang Beliau langsung memeluknya. ”Ya Rasulullah islam saya ” Kata Khalid bin Walid. Lalu Rasulullah SAW mengajarkan kalimat Syahadat kepada Khalid maka Khalid bin Walid telah memeluk agama Islam.
Begitu selesai membaca syahadat Khalid bin walid menanggalkan Mahkotanya yang bertahtahkan intan diserahkan kepada Rasululluh, begitu pula dengan bajunya yang berkancingkan emas di serahkan juga. Namun begitu Khalid bin walid akan mencopot pedangnya dan menyerahkannya kepada Rasulullah, Rasulullah melarangnya ”Jangan kau lepaskan pedang itu Khalid, karena dengan pedang itu nanti kamu akan berjuang membela agama Allah bersamaku ” Kata Rasulullah SAW . dan Nabi memberi gelar pedang tersebut dengan nama “Syaifulloh yang artinya “Pedang Allah yang terhunus. Setelah bergabungnya Khalid bin Walid kedalam Islam, bertambah kuatlah pasukan Muslim hingga bisa menaklukan kota Mekkah dan Pasukan Kafir Quraiys secara drastis melemah bagaikan ayam kehilangan induknya.
KHALID BIN WALID PANGLIMA PERANG, SI PEDANG ALLAH
Pribadi yang mengaku tidak tahu dimana dan dari mana kehidupannya bermula, kecuali di suatu hari dimana ia berjabat tangan dengan Rasulullah SAW, berikrar dan bersumpah setia….saat itulah dia merasa dilahirkan kembali sebagai manusia “Dialah orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat Khalid bin Walid pernah menceritakan perjalanannya dari Mekah menuju Madinah kepada Rasulullah:
Aku menginginkan seorang teman seperjalanan, lalu kujumpai Utsman bin Thalhah ; kuceritakan kepadanya apa maksudku, ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar dari kota Mekah sekitar dini hari, di luar kota kami berjumpa dengan Amr bin Ash. Maka berangkatlah kami bertiga menuju kota Madinah, sehingga kami sampai di kota itu di awal hari bulan Safar tahun yang ke delapan Hijriyah. Setelah dekat dengan Rasulullah SAW kami memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Sejak itulah aku masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”
Rasulullah bersabda, Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat, dan aku berharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kejalan yang baik…”. Oleh karena itulah, aku berjanji setia dan bai’at kepada beliau, lalu aku Mohon “Mohon Rasulullah mintakan ampun untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah…”
Dalam Perang MUKTAH, ada tiga orang Syuhada Pahlawan, mereka adalah Zaid Bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah, mereka bertiga adalah Syuhada Pahlawan si Pedang Allah di Tanah Syria. Untuk keperluan perang Muktah ini, pasukan musuh, Pasukan Romawi mengerahkan sekitar 200.000 prajurit.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Panji perang di tangan Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersama panjinya sampai ia syuhada. Kemudian panji tersebut diambil alih oleh Ja’far, yang juga bertempur bersama panjinya sampai ia gugur sebagai syahid. Kemudian giliran Abdullah bin Rawahah memegang panji tersebut sambil bertempur maju, hingga ia juga gugur sebagai Syahid.” Kemudian panji itu diambil alih oleh suatu Pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.”
Sesudah Panglima yang ketiga gugur menemui syahidnya, dengan cepat Tsabit bin Arqam menuju bendera perang tersebut, lalu membawanya dengan tangan kanannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di tengah-tengah pasukan Islam agar barisan mereka tidak kacau balau, dan semangat pasukan tetap tinggi…
Tak lama sesudah itu, dengan gesit ia melarikan kudanya ke arah Khalid bin Walid, sambil berkata kepadanya, “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman…!”
Khalid merasa dirinya sebagai seorang yang baru masuk Islam, tidak layak memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat orang-orang Anshor dan Muhajirin yang terlebih dahulu masuk Islam daripadanya, Sopan, Rendah hati, arif bijaksana, itulah sikapnya. Ketika itu ia menjawab, Tidak….. jangan saya yang memegang panji suci ini, engkaulah yang paling berhak memegangnya, engkau lebih tua, dan telah menyertai perang Badar! Tsabit menjawab,“Ambillah, sebab engkau lebih tahu siasat perang daripadaku, dan demi Allah aku tidak akan mengambilnya, kecuali untuk diserahkan kepadamu!”  kemudian ia berseru kepada semua pasukan muslim, Bersediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” mereka menjawab, “Setuju!!!”
Dengan gesit panglima baru ini melompati kudanya, di dekapnya panji suci itu dan mencondongkannya kearah depan dengan tangan kanannya, seakan hendak memecahkan semua pintu yang terkunci itu, dan sudah tiba saatnya untuk di dobrak dan diterjang. Sejak saat itulah, kepahlawanannya yang luar biasa, terkuak dan mencapai titik puncak yang telah ditentukan oleh Allah baginya…
Saat perang Muktah inilah korban di pihak kaum muslimin banyak berjatuhan, dengan tubuh-tubuh mereka berlumuran darah, sedang balatentara Romawi dengan jumlah yang jauh lebih besar, terus maju laksana banjir yang terus menyapu medan tempur.
Dalam situasi yang sangat sulit itu, tak ada jalan dan taktik perang yang bagaimanapun, akan mampu merubah keadaan. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh seorang Komandan perang, ialah bagaimana melepaskan tentara Islam ini dari kemusnahan total, dengan mencegah jatuhnya korban yang terus berjatuhan, serta berusaha keluar dari keadaan itu dengan sisa-sisa yang ada dengan selamat
Pada saat yang genting itu, tampillah Khalid bin Walid, si Pedang Allah, yang menyorot seluruh medan tempur yang luas itu, dengan  kedua matanya yang tajam. Diaturnya rencana dan langkah yang akan diambil secepat kilat, kemudian membagi pasukannya  kedalam kelompok-kelompok besar dalam suasana perang berkecamuk terus. Setiap kelompok diberinya tugas sasaran masing-masing, lalu dipergunakanlah seni Yudhanya yang membawa berkah, dengan kecerdikan akalnya yang luar biasa, sehingga akhirnya ia berhasil membuka jalur luas diantara pasukan Romawi. Dari jalur itulah seluruh pasukan Muslim menerobos dengan selamat. Karena prestasinya dalam perang inilah Rasulullah menganugrahkan gelar kepada Khalid bin Walid, Si Pedang Allah yang senantiasa terhunus”.
Sepeninggal Rasulullah, wafat, Abu Bakar memikul tanggung jawab sebagai Khalifah. Dia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berbahaya, yaitu gelombang kemurtadan yang hendak menghancurkan agama yang baru berkembang ini. Berita-berita tentang pembangkangan kaum-kaum dan suku-suku Di Jazirah Arab ini, dari waktu ke waktu semakin membahayakan. Dalam keadaan genting seperti ini, Abu Bakar sendiri maju untuk memimpin pasukan Islam. Tetapi para sahabat utama tidak sepakat dengan tindakan Abu Bakar ini. Semuanya sepakat untuk meminta Khalifah agar tetap tinggal di Madinah.
Ali R.A terpaksa menghadang Abu Bakar dan memegang tali kekang kuda yang sedang di tungganginya untuk mencegah keberangkatannya bersama pasukannya menuju medan perang, sembari berkata, “Hendak kemana Engkau wahai Khalifah Rasulullah, akan kukatakan kepadamu apa yang pernah dikatakan Rasulullah di hari Uhud: “Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu!”
Di hadapan desakan dan suara bulat kaum muslimin, Khalifah terpaksa menerima untuk tetap tinggal di kota Madinah. Maka setelah itu, dibagilah tentara Islam menjadi sebelas kesatuan, dengan beban tugas tertentu. Sedang sebagai kepala dari keseluruhan pasukan tersebut, diangkatlah Khalid bin Walid. Dan setelah menyerahkan bendera kepada masing-masing komandannya, Khalifah mengarahkan pandangan kepada Khalid bin Walid, sambil berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan, ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang diantara pedang Allah yang ditebaskan kepada orang-orang kafir dan munafik…!”
Khalid pun segera melaksanakan tugasnya dengan berpindah-pindah dari suatu tempat medan tempur  ke pertempuran yang lain, dari suatu kemenangan ke kemenangan berikutnya.
Datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar, kepada Panglima yang tak tertandingi ini, agar berangkat menuju Yamamah untuk memerangi Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka yang terdiri dari gabungan aneka ragam tentara murtad yang paling berbahaya. Pasukan ini di pimpin oleh Musalimah al-Kadzdzab..
Khalid bersama pasukannya mengambil posisi di dataran bukit-bukit pasir Yamamah, dan menyerahkan bendera perang kepada komandan-komandan pasukannya, sementara Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaan bersama dengan pasukan tentaranya yang sangat banyak, seakan-akan tak akan habis-habisnya.
Di tengah pertempuran yang berkecamuk amat dahsyat ini, Khalid melihat keunggulan musuh, ia lalu memacu kudanya ke suatu tempat tinggi yang terdekat, lalu ia melayangkan pandangannya ke seluruh medan tempur. Pandangan cepat yang diliputi ketajaman dan naluri perangnya, dengan cepat ia dapat mengetahui dan menyimpulkan titik kelemahan pasukannya.
Ia dapat merasakan, ada rasa tanggung jawab yang mulai melemah di kalangan parajuritnya di tengah serbuan-serbuan mendadak pasukan Musailamah. Maka diputuskanlah secepat kilat untuk memperkuat semangat tempur dan tanggung jawab pasukan muslimin itu. Di panggilnya komandan-komandan teras dan sayap, ditertibkannya posisi masing-masing di medan tempur, kemudian ia berteriak dengan suaranya yang mengesankan kemenangan :
Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing…, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!
Orang-orang Muhajirin maju dengan panji-panji perang mereka, dan orang-orang Anshar pun maju dengan panji-panji perang mereka, kemudian setiap kelompok suku dengan panji-panji tersendiri. Semangat juang pasukannya jadi bergelora lebih panas membakar, yang dipenuhi dengan kebulatan tekad, menang atau mati syahid. Sedangkan Khalid terus menggemakan Takbir dan Tahlil, sambil memberikan komando kepada para komandan lapangannya. Dalam waktu singkat, berubahlah arah pertempuran, prajurit-prajurit pimpinan Musailamah mulai berguguran, laksana nyamuk yang meggelepar berjatuhan.
Khalid bin Walid berhasil menyalakan semangat keberaniannya seperti sengatan aliran listrik kepada setiap parajuritnya, itulah salah satu keistimewaannya dari sekian banyak keunggulannya. Musailamah tewas bersama para prajuritnya, bergelimpangan memenuhi seluruh area medan pertempuran, dan terkuburlah selama-lamanya bendera yang menyerukan kebohongan dan kepalsuan.
Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk berangkat menuju Irak, maka berangkatlah sang Mujahid ini ke Irak. Ia memulai operasi meliternya di Irak dengan mengirim surat ke seluruh Pembesar Kisra (Kaisar Persia) dan Gubernur-Gubernurnya di semua wilayah Irak.
Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Persi. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Allah yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu daya kalian. Siapa yang shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, jadilah ia seorang muslim. Ia akan mendaptkan hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewajiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah dariku perlindungan jika tidak, maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup…!”
Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru Persia datang menyampaikan berita tentang keberangkatan pasukan bala tentara yang sangat besar yang dipersiapkan oleh panglima-panglima Persia di Irak.
Khalid tidak membuang-buang waktu, dengan cepat ia memersiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Persia tersebut. Dalam perjalanan menuju Persia ini ia berhasil memperoleh kemenangan-kemenangan, mulai dari Ubullah, As-Sadir, di susul Najaf, lalu Al-Hirah, Al-Ambar, sampai Khadimiah. Di setiap tempat yang berhasil ia taklukkan ia disambut wajah berseri penduduknya, karena di bawah bendera Islam, mereka orang-orang yang lemah yang tertindas penjajah Persia, dapat berlindung dengan aman.
Rakyat yang terjajah dan lemah selama ini banyak mengalami derita perbudakan dan penyiksaan dari orang Persia. Khalid selalu berpesan dengan peringatan keras, kepada seluruh pasukannya setiap kali akan berangkat ke medan tempur :
Jangan kalian sakiti para petani, biarkanlah mereka bekerja dengan aman, kecuali bila ada yang hendak menyerang kalian, perangilah orang-orang yang memerangi kalian…”.
Keadaan Romawi sebelum Peperangan
Ketika pasukan Islam bergerak menuju Syam, tentara Romawi merasa terkejut dan sangat takut. Dengan serta-merta mereka mengirimkan surat yang memberitahukan akan hal tersebut kepada Heraklius, raja Romawi yang berada di Himsh (sekarang dikenal dengan Homs –red). Dia pun melayangkan surat balasan yang berbunyi, ”Celaka kalian! Sesungguhnya mereka adalah pemeluk agama baru. Tidak ada yang bisa mengalahkan mereka. Patuhilah aku, dan berdamailah dengan menyerahkan setengah penghasilan bumi Syam! Bukankah kalian masih memiliki pegunungan Romawi?! Jika kalian tidak mematuhi perintahku, niscaya mereka akan merampas negeri Syam dan akan memojokkan kalian hingga terjepit di pegunungan Romawi.”
Tatkala telah mendapatkan surat balasan seperti ini, mereka (tentara Romawi) tidak mau menerima saran tersebut. Akhirnya, mau tidak mau Raja Heraklius mengirim pasukan dalam jumlah yang besar. Pasukan Romawi mulai bergerak, dan berhenti di lembah Al-Waqusah, di samping sungai Yarmuk yang berdataran rendah dan memiliki banyak jurang.
Kedatangan Khalid bin Al-Walid  dari ‘Iraq
Pasukan Islam yang berada di Syam segera meminta bantuan. Maka Abu Bakr Ash-Shiddiq  memerintahkan Khalid bin Al-Walid  agar menarik diri dari ’Iraq untuk kemudian menuju Syam bersama bala tentaranya. Dengan segera Khalid  menunjuk Al-Mutsanna bin Haritsah v sebagai penggantinya di ’Iraq. Kemudian beliau  bergerak cepat dengan membawa 9.500 personel pasukan menuju Syam. Mereka melalui jalan-jalan yang tidak pernah dilalui seorang pun sebelumnya, dengan menyeberangi padang pasir, mendaki gunung, serta melewati lembah-lembah yang sangat gersang.
Persiapan Pasukan Islam
Abu Sufyan  mengusulkan, layaknya ahli strategi perang, agar pasukan dibagi menjadi tiga formasi. Sepertiga bersiap-siap di depan pasukan Romawi, sepertiga lainnya yang terdiri dari bagian perbekalan dan para wanita agar berjalan, dan sepertiga yang tersisa dipimpin oleh Khalid  di posisi belakang. Jika musuh telah mencapai perkemahan wanita dan perbekalan, Khalid  akan berpindah ke depan kaum wanita, sehingga mereka dapat menyelamatkan diri di belakang pasukan Khalid bin Al-Walid .
Maka mereka pun segera merealisasikan usulan itu. Pasukan Islam mulai berkumpul dan berhadapan dengan musuh pada awal bulan Jumadil Akhir tahun 13 H.
Strategi Pasukan Islam
Pasukan Islam kala itu jumlahnya berkisar antara 36 ribu sampai dengan 40 ribu personel tentara. Didalamnya terdapat seribu orang shahabat Nabi . Seratus orang dari mereka adalah para veteran perang Badar. Abu ’Ubaidah ibnul Jarrah (namanya Hanzholah bin Ath-Thufail) memimpin posisi tengah pasukan. ’Amru bin Al-’Ash  dan Syarahbil bin Hasanah  memimpin sayap kanan pasukan. Sedangkan pemimpin sayap kiri pasukan adalah Yazid bin Abi Sufyan (dia dikenal dengan sebutan Yazid Al-Khoir).
Khalid  membawa kudanya ke arah Abu ’Ubaidah  dan berkata, ”Aku akan memberikan usul.” Abu ’Ubaidah  menjawab, ”Katakanlah, aku akan mendengar dan mematuhinya.” Khalid  kembali berkata, ”Musuh pasti menyiapkan pasukan besar untuk membobol pertahanan pasukan kita. Aku khawatir pertahanan sayap kiri dan kanan akan kebobolan. Menurutku, pasukan berkuda harus dibagi menjadi dua kelompok. Satu pasukan ditempatkan di belakang sayap kanan, dan yang lain ditempatkan di belakang sayap kiri. Apabila musuh berhasil menembus pertahanan sayap kiri atau kanan, para pasukan berkuda berperan membantu mereka. Lalu kita datang menyerbu dari belakang.” Abu ’Ubaidah  berkomentar, ”Alangkah jitu usulmu itu!”
Khalid bin Al-Walid  pun memerintahkan agar Abu ’Ubaidah ibnul Jarrah  pindah ke posisi belakang. Hal ini agar jika ada tentara Islam berlari mundur, ia akan malu saat melihatnya kemudian kembali ke kancah pertempuran. Kemudian Khalid  menginstruksikan agar para wanita bersiap-siap dengan pedang, pisau belati, dan tongkat. Khalid  berkata,
”Siapa saja yang kalian jumpai melarikan diri dari medan pertempuran, bunuh dia!”
STRATEGI PASUKAN ROMAWI
Setelah menerima bantuan personel dari pusat, pasukan Romawi maju dengan kesombongan membawa 240 ribu personel. 80 ribu pasukan pejalan kaki, 80 ribu pasukan berkuda, dan 80 ribu pasukan yang diikat dengan rantai besi (setiap sepuluh tentara diikat menjadi satu agar tidak lari dari peperangan).
Mereka bergerak hingga menutupi seluruh tempat yang ada seakan-akan mereka adalah awan hitam. Mereka berteriak-teriak, mengangkat suara tinggi-tinggi, sementara para pendeta, uskup, maupun pihak gereja mengelilingi pasukan membacakan Injil sambil memotivasi mereka agar gigih dalam berperang.
Pasukan lini depan dipimpin oleh Jarajah (George), sayap kiri dan kanan dipimpin oleh Mahan dan Ad-Daraqus. Pasukan penyerang dipimpin oleh Al-Qolqolan, menantu Heraklius. Adapun pimpinan tertinggi pasukan ini adalah saudara kandung Heraklius yang bernama Tadzariq.
Perundingan sebelum meletusnya Pertempuran
Abu ’Ubaidah dan Yazid bin Abi Sufyan maju ke arah pasukan Romawi dengan membawa Dhirar bin Al-Azur, Al-Harits bin Hisyam dan Abu Jandal bin Suhail  untuk bertemu dengan Tadzariq yang tengah duduk di dalam tenda yang terbuat dari sutera.
Para shahabat  berkata, ”Kami tidak dihalalkan memasuki tenda ini.” Maka dibentangkanlah karpet dari sutera dan mereka dipersilahkan untuk duduk di atasnya. Para shahabat  berkata, ”Kami tidak diperbolehkan duduk di atasnya.” Akhirnya Tadzariq duduk di tempat yang mereka inginkan. Para shahabat  mendakwahinya agar masuk Islam, namun perundingan ini berakhir tanpa hasil. Akhinya mereka pun kembali ke barisan pasukan. Pemimpin sayap kiri Romawi yang bernama Mahan ingin bertemu dengan Khalid bin Al-Walid  di antara dua pasukan yang saling berhadapan. Mahan berkata, ”Kami mengetahui bahwa kemiskinan dan kelaparanlah yang mengeluarkan kalian dari negeri kalian. Maukah kalian jika aku beri sepuluh dinar untuk setiap tentara beserta makanan dan pakaian, lalu kalian pulang ke negeri kalian? Dan pada tahun depan aku akan memberikan jatah yang serupa?”
Khalid bin Al-Walid  menjawab, ”Sesungguhnya, bukanlah yang mengeluarkan kami dari negeri kami apa yang engkau sebutkan tadi. Tetapi sebenarnya kami adalah sekelompok manusia peminum darah. Dan telah sampai berita kepada kami bahwa tidak ada darah yang lebih segar daripada darah kalian, bangsa Romawi. Untuk itulah kami datang kesini!” Mendengar jawaban itu para sahabat Mahan berucap, ”Demi Allah, ucapan tersebut baru pertama kali kita dengar dari bangsa ’Arab.”
JALANNYA PERTEMPURAN
Pasukan Romawi pada perang ini keluar dalam jumlah besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Khalid  juga membawa pasukan besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah ’Arab. Tatkala persiapan sudah matang, Khalid  memerintahkan untuk memulai dengan perang tanding. Mulailah para jagoan Islam di tiap pasukan maju hingga membuat suasana memanas. Sementara Khalid  berdiri menyaksikan laga tersebut.
Ditengah suasana yang sudah memanas, pemimpin pasukan lini depan Romawi yang bernama Jarajah ingin bertemu dengan Khalid  di tengah dua pasukan. Ia bertanya mengenai agama Islam, maka Khalid  memberitahukan dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Akhirnya, Jarajah masuk Islam, membalikkan sisi perisainya dan masuk ke dalam barisan pasukan Islam.
Melihat pembelotan Jarajah, pasukan Romawi menyerbu ke barisan kaum muslimin. Mahan memerintahkan pasukan sayap kanan menyerang menerobos pertahanan sayap kanan pasukan Islam. Kaum muslimin tetap tegar berjuang di bawah panji-panji mereka, hingga berhasil membendung serangan musuh.
Setelah itu, pasukan besar Romawi datang lagi bak gunung besar yang berhasil memporak-porandakan pasukan sayap kanan, hingga pasukan Islam beralih ke tengah. Tak lama kemudian, mereka saling memanggil agar kembali ke medan laga hingga berhasil memukul mundur kembali. Adapun para wanita, tatkala melihat ada tentara Islam yang lari mundur, mereka segera memukulinya dengan kayu, atau melemparinya dengan batu sehingga tentara tersebut kembali ke kancah peperangan.
Kemudian Khalid  beserta pasukannya yang berada di sayap kiri menerobos ke sayap kanan yang kebobolan diserang musuh, hingga berhasil membunuh enam ribu tentara Romawi. Lalu Khalid  membawa seratus pasukan berkuda menghadapi seratus ribu tentara Romawi hingga berhasil meluluhlantakkan pasukan musuh.
Pada hari itu, begitu terlihat kegigihan, kesabaran, dan kepahlawanan tentara-tentara Islam hingga pasukan Romawi berputar-putar seperti penumbuk gandum. Mereka tidak melihat, pada perang itu, melainkan kepala-kepala yang berterbangan, tangan-tangan maupun jari-jari yang terpotong, serta semburan darah yang membasahi medan laga.
Ketika itulah, seluruh pasukan Islam menyerbu dengan serentak, untuk kemudian dengan leluasa menghabisi musuh tanpa ada perlawanan sedikit pun. Jarajah pun akhirnya terluka parah dan meninggal dunia. Padahal beliau belum pernah shalat sekalipun, kecuali dua raka’at yang dikerjakan (diajarkan) oleh Khalid  ketika baru/awal masuk Islam.
Peperangan ini berawal dari siang hingga malam, sampai kemenangan diraih oleh Islam dan kaum muslimin. Malam itu, pasukan Romawi berlari dalam kegelapan. Adapun pasukan Romawi yang diikat rantai besi, jika salah seorang dari mereka terjatuh, maka terjatuhlah seluruhnya. Malam itu, Khalid  bermalam di kemah Tadzariq, pimpinan tertinggi pasukan Romawi.
Pasukan berkuda berkumpul di sekitar kemah Khalid  menunggu tentara Romawi yang lewat untuk dibunuh hingga waktu pagi tiba. Tadzariq pun terbunuh. Telah terbunuh pada hari itu 120.000 lebih pasukan Romawi. Adapun tentara Islam yang gugur di medan perang sebanyak tiga ribu pasukan. Kaum muslimin mendapat harta pampasan yang begitu banyak pada perang ini.
Demikianlah, kejayaan yang diraih oleh umat Islam tatkala mereka kokoh diatas kemurnian ibadah kepada Allah  dan berpegang teguh kepada sunnah (ajaran) Rasul-Nya . Sebagaimana firman Allah  (yang artinya):
”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)
PERANG YARMUK – TAKLUKNYA KERAJAAN ROMAWI DIBAWAH PASUKAN ISLAM
Dalam sejarah perjuangan kaum muslimin menegakkan dan membela al haq (kebenaran), berjihad di jalan Allah, kita akan dapat menemukan kisah teladan mengenai itsar, sejarah yang begitu indah untuk dipelajari, merupakan suatu kenikmatan tersendiri jika diamalkan.
Ketika terjadi perang Yarmuk, perang yang terjadi antara kaum muslimin melawan pasukan Romawi (Bizantium), negara super power saat itu, tahun 13 H/ 634 M.
Pasukan Romawi dengan peralatan perang yang lengkap dan memiliki tentara yang sangat banyak jumlahnya dibandingkan pasukan kaum muslimin. Pasukan Romawi berjumlah sekitar 240.000 orang dan pasukan kaum muslimin berjumlah 45.000 orang menurut sumber islam atau 100.000–400.000 untuk pasukan romawi dan 24.000-40.000 pasukan muslim menurut sumber wikipedia
Dalam perang Yarmuk, pasukan Romawi memiliki tentara yang banyak, pengalaman perang yang mumpuni, peralatan perang yang lengkap, logistik lebih dari cukup, dapat dikalahkan oleh pasukan kaum muslimin, dengan izin Allah.
Ini adalah bukti yang nyata bahwa sesungguhnya kemenangan itu bersumber dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pertempuran ini, oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena dia menandakan gelombang besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama Kristen.
PENGANGKATAN KHALID BIN WALID
Entah apa yang ada di benak Khalid bin Walid ketika Abu Bakar menunjuknya menjadi panglima pasukan sebanyak 46.000. Hanya dia dan Allah saja yang tahu kiranya. Khalid tak hentinya beristigfar. Ia sama sekali tidak gentar dengan peperangan yang akan ia hadapi. 240.000 tentara Bizantin. Ia hanya khawatir tidak bisa mengendalikan hatinya karena pengangkatan itu. Kaum muslimin tengah bersiap menyongsong Perang Yarmuk sebagai penegakan izzah Islam berikutnya.
Hampir semua tentara muslim gembira dengan penunjukkan itu. Selama ini memang Khalid bin Walid adalah seorang pemimpin di lapangan yang tepat. Abu Bakar R.A pun tidak begitu saja menunjuk pejuang yang berjuluk Pedang Allah itu. Sejak kecil, Khalid dikenal sebagai seorang yang keras. Padahal ia dibesarkan dari sebuah keluarga yang kaya. Sejak usia dini, ia menceburkan dirinya ke dalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang. Konon, hanya Khalid bin Walid seorang yang pernah memorak-porandakan pasukan kaum muslimin, semasa ia masih belum memeluk Islam.
STRATEGI PERANG KAUM MUSLIMIN
Khalid bin Walid sekarang memutar otak. Bingung bukan buatan. Tentara Bizantin Romawi berkali-kali lipat banyaknya dengan jumlah pasukan kaum muslimin. Ditambah, pasukan Islam yang dipimpinya tanpa persenjataan yang lengkap, tidak terlatih dan rendah mutunya. Ini berbeda dengan angkatan perang Romawi yang bersenjatakan lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak. Dan mereka akan berhadapan di dataran Yarmuk. Tentara Romawi yan hebat itu berkekuatan lebih dari 3 lakh serdadu bersenjata lengkap, diantaranya 80.000 orang diikat dengan rantai untuk mencegah kemungkinan mundurnya mereka. Tentara Muslim seluruhnya berjumlah 45.000 orang itu, sesuai dengan strategi Khalid, dipecah menjadi 40 kontingen untuk memberi kesan seolah-olah mereka lebih besar daripada musuh.
Strategi Khalid ternyata sangat ampuh. Saat itu, taktik yang digunakan oleh Romawi terutama di Arab Utara dan selatan ialah dengan membagi tentaranya menjadi lima bagian, depan, belakang, kanan, kiri dan tengah. Heraclus sebagai ketua tentara Romawi telah mengikat tentaranya dengan besi antara satu sama lain. Ini dilakukan agar mereka jangan sampai lari dari peperangan. Romawi juga menggunakan taktik dan strategi tetsudo (kura-kura). Jenis tentara Rom dikenal sebagai ‘legions’, yang satu bagiannya terdapat 3000-6000 laskar berjalan kaki dan 100-200 laskar berkuda. Ditambah dengan dan ‘tentara bergajah’. Kegigihan Khalid bin Walid dalam memimpin pasukannya membuahkan hasil yang membuat hampir semua orang tercengang. Pasukan muslim yang jumlahnya jauh lebih sedikit itu berhasil memukul mundur tentara Romawi dan menaklukkan wilayah itu.
JALANNYA PEPERANGAN
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya “Jirri Tudur”– ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Pada perang Yarmuk, Az-Zubair bertarung dengan pasukan Romawi, namun pada saat tentara muslim bercerai berai, beliau berteriak : “Allahu Akbar” kemudian beliau menerobos ke tengah pasukan musuh sambil mengibaskan pedangnya ke kiri dan ke kanan, anaknya Urwah pernah berkata tentangnya : “Az-Zubair memiliki tiga kali pukulan dengan pedangnya, saya pernah memasukkan jari saya didalamnya, dua diantaranya saat perang badar, dan satunya lagi saat perang Yarmuk.
Salah seorang sahabatnya pernah bercerita : “Saya pernah bersama Az-Zubair bin Al-’Awwam dalam hidupnya dan saya melihat dalam tubuhnya ada sesuatu, saya berkata kepadanya : demi Allah saya tidak pernah melihat badan seorangpun seperti tubuhmu, dia berkata kepada saya : Demi Allah tidak ada luka dalam tubuh ini kecuali ikut berperang bersama Rasulullah SAW dan dijalan Allah. Dan diceritakan tentangnya : Sesungguhnya tidak ada gubernur/pemimpin, penjaga dan keluar sesuatu apapun kecuali dalam mengikuti perang bersama Nabi saw, atau Abu Bakar, Umar atau Utsman.
Hari ke-4, Hari Hilangnya Mata
Peristiwa ini terjadi pada hari keempat perang Yarmuk, dimana dari sumber ini dikabarkan 700 orang dari pasukan Muslim kehilangan matanya karena hujan panah dari tentara Romawi. Dan hari itu merupakan hari peperangan terburuk bagi pasukan Muslimin.
Hari ke-6, Terbunuhnya Gregory, Komandan Pasukan Romawi
Hari keenam dari perang Yarmuk fajar benderang dan jernih. Itu adalah minggu ke empat Agustus 636 (minggu ketiga Rajab, 15 H). Kesunyian pagi hari tidak menunjukkan pertanda akan bencana yang akan terjadi berikutnya. Pasukan muslim saat itu merasa lebih segar, dan mengetahui niat komandan mereka untuk menyerang dan sesuatu di dalam rencananya, tak sabar untuk segera berperang. Harapan-harapan pada hari itu menenggelamkan semua kenangan buruk pada ’Hari Hilangnya Mata’. Di hadapan mereka berbaris pasukan Romawi yang gelisah – tidak terlalu berharap namun tetap berkeinginan untuk melawan dalam diri mereka.
Seiring dengan naiknya matahari di langit yang masih samar di Jabalud Druz, Gregory, komandan pasukan yang dirantai, mengendarai kudanya maju ke depan di tengah-tengah pasukan Romawi. Dia datang dengan misi untuk membunuh komandan pasukan Muslimin dengan harapan hal itu akan memberikan efek menyurutkan semangat pimpinan kesatuan dan barisan kaum Muslimin. Ketika ia mendekati ke tengah-tengah pasukan Muslimin, dia berteriak menantang (untuk berduel) dan berkata, ”Tidak seorang pun kecuali Komandan bangsa Arab!
Abu Ubaidah seketika bersiap-siap untuk menghadapinya. Khalid dan yang lainnya mencoba untuk menahannya, karena Gregory memiliki reputasi sebagai lawan tanding sangat kuat, dan meang terlihat seperti itu. Semuanya merasa bahwa akan lebih baik apabila Khalid yang keluar menjawab tantangan itu, namum Abu Ubaidah tidak bergeming. Ia berkata kepada Khalid, ”Jika aku tidak kembali, engkau harus memimpin pasukan, sampai Khalifah memutuskan perkaranya.”
Kedua komandan berhadap-hadapan di atas punggung kudanya masing-masing, mengeluarkan pedangnya dan mulai berduel. Keduanya adalah pemain pedang yang tangguh dan memberikan penonton pertunjukkan yang mendebarkan dari permainan pedang dengan tebasan, tangkisan dan tikaman. Pasukan Romawi dan Muslim menahan nafas. Kemudian setelah berperang beberapa menit, Gregory mundur dari lawannya, membalikkan kudanya dan mulai menderapkan kudanya. Teriakan kegembiraan terdengar dari pasukan Muslimin atas apa yang terlihat sebagai kekalahan sang prajurit Romawi, namun tidak ada reaksi serupa dari Abu Ubaidah. Dengan mata yang tetap tertuju pada prajurit Romawi yang mundur itu, ia menghela kudanya maju mengikutinya.
Gregory belum beranjak beberapa ratus langkah ketika Abu Ubaidah menyusulnya. Gregory, yang sengaja mengatur langkah kudanya agar Abu Ubaidah menyusulnya, berbalik dengan cepat dan mengangkat pedangnya untuk menyerang Abu Ubaidah. Kemundurannya dari medan pertempuran adalah tipuan untuk membuat lawannya lengah. Namun Abu Ubaidah bukanlah orang baru, dia lebih tahu mengenai permainan pedang dari yang pernah dipelajari Gregory. Orang Romawi itu mengangkat pedangnya, namun hanya sejauh itu yang dapat dilakukannya. Ia ditebas tepat pada batang lehernya, dan pedangnya jatuh dari tangannya ketika dia rubuh ke tanah. Untuk beberapa saat Abu Ubaidah duduk diam di atas kudanya, takjub pada tubuh besar jendral Romawi tersebut. Kemudian dengan meninggalkan perisai dan senjata yang berhiaskan permata orang Romawi itu, yang diabaikannya karena kebiasaannya tidak memandang berharga harta dunia, prajurit yang shalih itu kemudian kembali kepada pasukan Muslimin.
Kehidupan Khalid bin Walid adalah perang sejak lahir sampai matinya. Lingkungan, Pendidikan, pertumbuhan dan seluruh hidupnya, sebelum dan sesudah Islam, seluruhnya merupakan arena bagi seorang pahlawan Berkuda yang sangat lihai dan ditakuti
Pedangnya adalah alat yang sangat ampuh sebagai penebus masa lalunya. Pedang yang berada dalam genggaman seorang panglima berkuda seperti Khalid, dan tangan yang menggenggam pedang itu digerakkan oleh hati yang bergelora serta di dorong oleh pembelaan yang mutlak terhadap agama yang suci, sungguh amat sulit bagi pedang ini untuk melepaskan diri sama sekali dari pembawaannya yang keras dan dahsyat, dan ketajamannya yang memutus…….
Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, Tak ada seorang wanita pun yang akan sanggup melahirkan lagi laki-laki seperti Khalid.” Ia adalah pribadi yang sering dilukiskan oleh para sahabat-sahabat maupun musuh-musuhnya, dengan: Orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Suatu saat ia pernah berkata: Tak ada yang dapat menandingi kegembiraanku, bahkan lebih pada saat malam pengantin, atau di saat dikaruniai Bayi, yaitu suatu malam yang sangat genting, dimana aku dengan ekspedisi tentara bersama orang-orang Muhajirin menggempur kaum musyrikin di waktu subuh.”
Ada sesuatu yang selalu merisaukan pikirannya sewaktu masih hidup, yaitu kalau-kalau ia mati di atas tempat tidur, padahal ia telah menghabiskan seluruh usianya di atas punggung kuda perang dan dibawah kilat pedangnya.
Ketika itu ia berkata: Aku telah ikut serta berperang dalam pertempuran di mana-mana, seluruh tubuhku penuh dengan tebasan pedang, tusukan tombak serta tancapan anak panah…….kemudian inilah aku, tidak seperti yang aku inginkan, mati di atas tempat tidur, laksana matinya seekor unta.”
Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia berwasiat kepada Khalifah Umar, agar Khalifah mewakafkan harta kekayaan yang ia tinggalkan, yang berupa Kuda dan Pedangnya. Selebihnya tidak ada lagi barang berharga yang dapat dimiliki oleh orang.
Seumur hidupnya ia tak pernah dipengaruhi oleh keinginan, kecuali menikmati kemenangan dan berjaya mengalahkan musuh kebenaran.
Tak satupun kesenangan duniawi yang dapat mempengaruhi keinginan nafsunya, kecuali hanya satu, yaitu barang yang dengan sangat hati-hati sekali dan mati-matian ia menjaganya. Barang itu berupa Kopiah. Pernah suatu ketika, kopiah itu jatuh dalam perang Yarmuk. Ia bersama beberapa pasukannya dengan susah payah mencarinya. Ketika orang lain mencelanya karena itu, ia berkata, “Di dalamnya terdapat beberapa helai rambut dari ubun-ubun Rasulullah saw”.
Di saat jenazahnya di usung beberapa sahabat keluar dari rumahnya, sang ibu memandangnya dengan kedua mata yang bercahaya memperlihatkan kekerasan hati tapi disaput awan duka cita, lalu melepaskannya dengan kata-kata :
Jutaan orang tidak dapat melebihi keutamaanmu….
Mereka gagah perkasa tapi tunduk di ujung pedangmu…
Engkau pemberani melebihi Singa Betina…..
Yang sedang mengamuk melindungi anaknya……
Engkau lebih dahsyat dari air bah…..
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah……
Rahmat Allah bagi Abu Sulaiman,
Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada yang ada di dunia.
Ia hidup terpuji, dan berbahagia setelah mati…..




Hasil gambar untuk IKON PASUKAN BERKUDA

gambar-medan-pertempuran-pejuang-islam-khalifah

a Ilaha Illallah

Makna kata “ilah” secara bahasa
Kata ilah berasal dari kata alaha. Dalam kitab Ash Shihah fi Lughah diterangkan bahwa alaha artinya ‘abada (menyembah). Dalam Mukhtar Ash Shihah diterangkan bahwa alaha-ya’lahu artinya ‘abada (menyembah). Sedangkan kata ilah itu mengikuti pola/rumus fi’al yang bermakna maf’ul (objek). Sehingga ilah bermakna ma’luh/objek yang disembah. (Lihat Mukhtar Ash Shihah, Bab “Hamzah”, www.islamspirit.com)
Di dalam Kamus Al Mu’jam Al Wasith (Jilid 1, hlm. 25) disebutkan bahwa ilah adalah segala sesuatu yang dijadikan sebagai sesembahan. Apabila diungkapkan dalam bentuk jamak/plural maka disebut alihah (sesembahan-sesembahan). Sesembahan di dalam bahasa Arab juga disebut dengan ma’bud. Karena itu, para ulama menafsirkan la ilaha illallah dengan la ma’buda bihaqqin atau la ma’buda haqqun illallah. (Lihat Syarh Tsalatsatu Ushul Ibnu Utsaimin, hlm. 71)

Makna kata “ilah” secara terminologi

Dalam terminologi akidah makna kata “ilah” tidak berbeda dengan pengertiannya secara bahasa. Ibnu Rajab Al Hanbali mengatakan, “Ilah adalah segala sesuatu yang ditaati dan tidak didurhakai yang hal itu muncul karena rasa penghormatan dan pengagungan kepadanya, yang dilandasi rasa cinta dan kekhawatiran, diiringi dengan harapan dan ketergantungan hati kepadanya, permohonan dan doa kepada-Nya. Dan hal itu semua tidaklah pantas kecuali diserahkan kepada Allah ‘azza wa jalla ….” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, dinukil dari Hushul Al Ma’mul, hlm. 111)
Artinya, ilah mengandung makna sesembahan atau sesuatu yang diibadahi. Apa yang disebutkan oleh Ibnu Rajab di atas merupakan contoh-contoh ibadah, seperti; ketaatan, pengagungan, kecintaan, kekhawatiran, harapan, dan sebagainya. Jadi ilah artinya sesembahan. Demikianlah penafsiran para ulama tafsir, sebagaimana disampaikan oleh Imamnya ahli tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari (lihat Tafsir Ath Thabari QS. Muhammad ayat 19) dan para ulama yang lainnya. Hal ini akan semakin jelas jika kita meninjau makna ilah yang terdapat di dalam ayat-ayat Alquran berikut ini.

Makna kata “ilah” menurut Alquran

Allah ta’ala berfirman menceritakan sikap orang-orang musyrikin Quraisy ketika menyambut dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Sesungguhnya mereka dahulu apabila diserukan kepada mereka (untuk mengucapkan) la ilaha illallah, mereka menyombongkan diri dan mengatakan, ” Akankah kami meninggalkan ‘alihah’ (sesembahan-sesembahan) kami hanya karena mengikuti ajakan penyair gila.” (QS. Ash Shaffat: 35-36)
Perhatikanlah ayat yang mulia ini. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka untuk mengikrarkan la ilaha ilallah mereka menjawab, “Akankah kami meninggalkan sesembahan (ilah-ilah) kami ….” Hal ini menunjukkan bahwa kata ilah menurut mereka berarti sesembahan, bukan pencipta dan semacamnya.
Hal ini akan semakin jelas, jika dibandingkan penolakan mereka sebagaimana dalam ayat di atas, dengan pengakuan mereka tentang keesaan Allah dalam hal rububiyah, yang juga dikisahkan oleh Allah di dalam Alquran.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah: Siapakah yang memberikan rezki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan. Maka niscaya mereka akan menjawab: Allah.” (QS. Yunus: 31)
Yang dimaksud dengan ‘mereka’ di dalam ayat di atas adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah. Demikianlah keterangan ulama tafsir. (Lihat Taisir Al Karim Ar Rahman, hlm. 363)
Ayat ini sekaligus menunjukkan bahwa mereka -orang-orang musyrik- telah mengakui tauhid rububiyah. Allah menjadikan pengakuan mereka terhadap tauhid rububiyah untuk mewajibkan mereka melaksanakan konsekuensi tauhid rububiyah yaitu tauhid uluhiyah. Demikian keterangan Abdurrahman As Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya. (Taisir Al Karim Ar Rahman, hlm. 363)
Oleh sebab itulah para ulama mengingkari penafsiran la ilaha illallah atau tauhid ke dalam makna tauhid rububiyah semata.
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dan bukanlah yang dimaksud dengan tauhid sekedar mencakup tauhid rububiyah saja, yaitu keyakinan bahwa Allah semata yang menciptakan alam, sebagaimana sangkaan sebagian orang dari kalangan ahli kalam/filsafat dan penganut ajaran tasawuf. Mereka mengira apabila telah berhasil menetapkan tauhid rububiyah itu dengan membawakan dalil atau bukti yang kuat maka mereka telah berhasil menetapkan puncak hakekat ketauhidan ….” (Sebagaimana dinukil oleh penulis Fathul Majid, hlm. 15-16)
Kesimpulan, berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna laa ilaaha illallaah adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah, dijadikan sebagai tujuan ibadah selain Allah ta’ala. Apapun bentuk ibadahnya, baik ibadah lahir maupun batin, baik ibadah hati, lisan, maupun anggota badan. Maka orang yang bersyahadat laa ilaaha illallaah artinya dia telah mengikrarkan    dirinya untuk hanya memberikan peribadatannya kepada Allah, tunduk patuh lahir batin disertai rasa cinta dan pengagungan hanya diberikan kepada Allah.

Keutamaan kalimat “la ilaha illallah

Ibnu Rajab dalam Kalimatul Ikhlas mengatakan, “Kalimat Tauhid (yaitu la ilaha illallah, pen) memiliki keutamaan yang sangat agung yang tidak mungkin bisa dihitung.” Lalu beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keutamaan kalimat yang mulia ini. Di antara yang beliau sebutkan:
Pertama, kalimat ‘la ilaha illallah’ merupakan harga surga.
Suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar muazin mengucapkan ‘Asyhadu alla ilaha illallah’. Lalu beliau mengatakan pada muazin: “Engkau terbebas dari neraka” (H.r. Muslim no. 873)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
{ مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ }
“Barang siapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga.” (H.r. Abu Daud no. 3118, Al Hakim no. 1299 dan dinilai sahih oleh Al Albani)
Kedua, kalimat ‘la ilaha illallah’ adalah kebaikan yang paling utama.
Abu Dzar berkata, “Katakanlah padaku wahai Rasulullah, ajarilah aku amalan yang dapat mendekatkanku pada surga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau melakukan kejelekan (dosa), maka lakukanlah kebaikan karena dengan melakukan kebaikan itu engkau akan mendapatkan sepuluh yang semisal.” Lalu Abu Dzar berkata lagi, “Wahai Rasulullah, apakah ‘la ilaha illallah’ merupakan kebaikan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalimat itu (la ilaha illallah, pen) merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat itu dapat menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan.” (Dinilai hasan oleh Al Albani dalam tahqiq untuk kitab Kalimatul Ikhlas, 55)
Ketiga, kalimat “la ilaha illallah” adalah zikir yang paling utama.
Hal ini sebagaimana terdapat pada hadits yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits marfu’),
{ أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ }
“Zikir yang paling utama adalah bacaan ‘la ilaha illallah’.” (H.r. At Turmudzi no. 3383, Ibn Hibban no. 846, dan dinilai sahih oleh Al Albani)
Keempat, kalimat ‘la ilaha illallah’ adalah amal yang paling utama, paling banyak ganjarannya, menyamai pahala memerdekakan budak dan merupakan pelindung dari gangguan setan.
Sebagaimana terdapat dalam Shahihain dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa mengucapkan ‘la ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qodiir’ [tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu] dalam sehari sebanyak 100 kali, maka baginya sama dengan sepuluh budak (yang dimerdekakan, pen.), dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus darinya 100 kejelekan, dan dia akan terlindung dari setan pada siang hingga sore harinya, serta tidak ada yang lebih utama darinya kecuali orang yang membacanya lebih banyak dari itu.” (H.r. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 7018)
Kelima, kalimat “la ilaha illallah” adalah kunci 8 pintu surga, orang yang mengucapkannya bisa masuk lewat pintu mana saja yang dia sukai.
Dari ‘Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa mengucapkan ’saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, dan (bersaksi) bahwa ‘Isa adalah hamba Allah dan anak dari hamba-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam serta Ruh dari-Nya, dan (bersaksi pula) bahwa surga adalah benar adanya dan neraka pun benar adanya, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga dari delapan pintu surga yang mana saja yang dia kehendaki.” (H.r. Muslim no. 149)

Rukun syahadat la ilaha illallah

La ilaha illallah memiliki 2 rukun yaitu An-Nafyu (penafian/peniadaan) dan Al-Itsbat (penetapan). Kedua rukun ini diambil dari 2 penggalan kalimat tauhid Laa ilaha dan illallah. Rinciannya sebagai berikut:
Laa ilaha = An-Nafyu, yaitu meniadakan dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan serta mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allah Ta’ala.
- illallah = Al-Itsbat, yaitu menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah dan diibadahi melainkan Allah serta beramal dengan landasan ini.
Banyak ayat Alquran yang mencerminkan 2 rukun ini. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya, “Maka barangsiapa yang mengingkari Thaghut (sesembahan selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat (kalimat la ilaha illallah).” (Q.s.Al-Baqarah:256)
Mengingkari Thaghut (sesembahan selain Allah) adalah cerminan dari rukun An-Nafyu (Laa ilaha), sementara “Beriman kepada Allah” adalah cerminan dari rukun Al-Itsbat (illallah).

Syarat syahadat la ilaha illallah

Para ulama menjelaskan bahwa syahadat la ilaha illallah memiliki delapan syarat:
1. Ilmu
Sebuah pengakuan tidak dianggap kecuali dengan ilmu. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengucapkan kalimat syahadat ini dengan mengilmui makna dari kalimat tersebut. Allah berfirman, “Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa’at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).” (Az Zukhruf: 86). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa mati dalam keadaan mengilmui la ilaha illallah pasti masuk surga.” (H.r. Al Bukhari dan Muslim). Dan makna yang benar dari kalimat la ilaha illallah yaitu tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah Ta’ala.
2. Yakin
Yakin adalah tidak ragu-ragu dengan kebenaran maknanya sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai cobaan. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Q.s. Al Hujurat: 15)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang engkau jumpai dari balik dinding ini dia bersaksi ‘la ilaha illallah’ dengan keyakinan hatinya sampaikanlah kabar gembira untuknya bahwa dia masuk surga.” (H.r. Muslim)
3. Menerima
Allah menceritakan keadaan orang kafir Quraisy yang tidak menerima dakwah Nabi Muhammad dalam firman-Nya, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘la ilaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: ‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?’” (Q.s. As Shaffat: 35-36)
Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Inilah sifat orang kafir, tidak menerima kebenaran kalimat la ilaha illallah. Sungguh hanya Allah lah yang berhak disembah dan diibadahi.
4. Tunduk
Maksudnya yaitu melaksanakan konsekuensinya lahir dan batin. Allah berfirman, “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (Q.s. Luqman: 22)
Nabi bersabda, “Tidaklah sempurna iman kalian sehingga hawa nafsunya tunduk mengikuti ajaranku.” (H.r. Thabrani)
5. Jujur
Allah berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar (jujur) dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.s. Al ‘Ankabut: 2-3)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tak seorang pun bersaksi la ilaha illallah dan Muhammad hamba Allah dan rasul-Nya dengan kejujuran hati kecuali Allah mengharamkan neraka untuk menyentuhnya.” (H.r. Al Bukhari no. 128)
Betapa kejujuran menjadi syarat sahnya syahadat. Lihatlah bagaimana syahadat orang munafik ditolak oleh Allah karena tidak jujur. Sebagaimana firman-Nya, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (Q.s. Al Munafiqun: 1)
6. Ikhlas
Ikhlas hakikatnya mengharapkan balasan dari Allah saja, tidak kepada selain-Nya. Allah berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.s. Al Bayyinah: 5)
Apa yang dimaksud dengan ikhlas?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah mengharamkan bagi neraka menyentuh orang yang mengatakan la ilaha illallah karena semata-mata mencari wajah Allah.” (H.r. Al Bukhari no. 6059 dan Muslim no. 263)
7. Cinta
Allah berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Al Baqarah: 165)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal barangsiapa memilikinya pasti akan merasakan kelezatan iman: Allah dan rasul-Nya lebih dia cintai dibanding selain keduanya, dia mencintai seseorang karena Allah, dan dia benci untuk kembali kafir sebagaimana kebenciannya jika dilempar ke dalam api.” (H.r. Al Bukhari no. 16 dan Muslim no. 67)
8. Mengingkari peribadatan kepada Thaghut.
Thaghut adalah segala sesuatu selain Allah yang ridha disembah/diibadahi. Allah berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. Al Baqarah: 256)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan la ilaha illallah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya sedang perhitungannya adalah terserah kepada Allah Azza Wa Jalla.” (H.r. Muslim no. 36)
Agar kalimat la ilaha illallah yang diucapkan seseorang diterima maka dia harus melaksanakan syarat-syarat di atas, bukan hanya sekedar untuk dihafal.


HAKIKAT DZAT (ALLAH) Hakikat Tauhid.

Sesungguhnya Allah adalah nama zat dari Tuhan swt yang diperkenalkan sendiri oleh-Nya. Selain sebagai nama bagi zat Tuhan swt, Allah adalah juga tempat terkumpulnya atau terhimpunnya seluruh sifat yang dikandung zat-Nya, sehingga Allah sebagai sebutan yang utama untuk Tuhan sudah meliputi Tuhan secara keseluruhan yang terdiri dari zat dan sifat-Nya. Hubungan antara zat dan sifat pada hakikatnya adalah hubungan sebab akibat yang saling terkait dan saling menerangkan antara keduanya. Keberadaan sifat disebabkan karena adanya zat dan keberadaan zat hanya bisa dinyatakan dengan adanya sifat, sehingga melalui hubungan tersebut Tuhan telah membukakan satu celah yang bisa dimasuki oleh akal manusia untuk mengetahu hakikat zat-Nya dengan benar. Sebelum melanjutkan kepada kajian tentang pemahaman sifat Allah, yang pertama yang harus diyakini tentang kajian sifat Allah itu adalah bahwa sifat yang dimiliki Allah adalah sifat yang maha sempurna yang tidak dimiliki oleh selain Allah. Karena apabila terjadi persamaan antara sifat yang dimiliki oleh Allah dengan sifat yang dimiliki oleh selain Allah, maka sifat tersebut bukan lagi menjadi sifat Allah, karena Allah tidak bisa dipersandingkan dengan apapun sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Quran : ” dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia.” ( QS : 112 : Surat : Al Ikhlash Ayat 04 ) Setelah prinsip dasar tersebut difahami dan diyakini secara sungguh-sungguh dengan hati yang sabar dan ikhlas, baru bisa dilanjutkan dengan kajian tentang sifat-sifat Allah. Bila tidak, kajian tentang sifat-sifat Allah itu akan melahirkan pemahaman yang sesat seperti faham serba Tuhan yang berkeyakinan bahwa semuanya alam ini adalah perwujudan dari zat Tuhan , atau faham yang menyakini bahwa makhluk setelah melewati fase-fase pemahaman tertentu bisa melakukan penyatuan dengan Tuhan dan beberapa pemahaman lain yang dikatagorikan sebagai faham yang menyimpang seperti faham Muttazilah, Wahabi, dll Sekarang kita lanjutkan : Imam Abu Hasan Ali al Asy-ary dan Imam Abu Mansur al Muturidi sebagai pelopor berdirinya faham Ahlul Sunnah Wal Jamaah telah menerangkan sebagai sebuah syariat bahwa sifat Allah itu dikelompokkan menjadi 41 ( empat puluh satu ) sifat dan dikelompokkan lagi menjadi 4 ( empat ) kelompok besar yaitu : ( sudah banyak blog yang membahas masalah sifat-sifat Allah ini, sehingga saya tidak akan melakukan kajian secara rinci tentang masing-masing sifat, tapi lebih kepada hakikat sifat dan pemahaman tentang Zat Allah melalui sifat-sifat-Nya ) 1. Sifat Nafsiah Sifat nafsiyah adalah sifat yang melekat pada Zat Allah. Sifat nafsiyah ini mengakibatkan lahirnya sifat-sifat yang lain. Sifat nafsiyah itu adalah Ujud yang berarti ada. Jika sifat Ujud ini tidak ada pada Zat Allah, maka sifat-sifat yang lain pun menjadi tidak ada, sehingga mustahil Allah itu tidak ada, karena adanya Allah dengan sifat Ujud ini. Jika sifat Ujud ini tidak ada, maka Allah pun menjadi tidak ada. 2. Siaft Salbiyah Sifat Salbiyah cendrung dikatakan sebagai sifat yang membedakan Allah dengan selain Allah, tapi myrazano lebih memahami bahwa sifat salbiyah adalah sifat yang menerangkan sifat nafsiyah karena apabila dinyatakan sebagai sifat yang membedakan antara Allah dengan selain Allah tentunya sifat-sifat Allah yang lain selain sifat salbiyah bisa dipersamakan dengan sifat selain Allah sedangkan zat, sifat dan perbuatan Allah tidak bisa disetarakan sesuatu apapun juga Sifat-sifat salbiyah itu adalah Qidam yang berarti dahulu yang tidak bermula, Baqa, berarti kekal yang tidak berkesudahan atau abadi yang tidak berakhir, sehingga melahirkan sifat Mukhalifatu lil hawaditsi yang berarti tidak sama dengan dengan segala sesuatu. Allah itu bersifat Qiyamuhu binafsihi yang berati berdiri sendiri secara mutlak. Allah tidak membutuhkan apapun atau siapapun juga untuk mengurus urusannya dan juga tidak mau urusannya dicampuri, Selanjutnya dinyatakan bahwa, Allah itu bersifat Wahdaniyah yang berarti Maha Esa atau Maha Tunggal tidak berbilang dengan pengertian bahwa : Allah itu Maha Esa Zat-Nya yang berati Zat Allah itu tidak sama dengan apapun juga Allah itu Maha Esa Sifat-Nya yang berarti Allah itu bersifat dengan segala sifat kesempurnaan yang tidak sama atau dipersamakan dengan sifat selain Allah Allah itu Maha Esa Perbuatan-Nya yang berarti seluruh perbuatan Allah tidak bisa ditiru atau dicontoh oleh siapapun. hanya Allah yang berkuasa untuk melakukan sesuatu Sifat yang tergabung dalam kelompok sifat nafsiyah dan sifat salbiyah ini merupakan dasar utama dari pemahaman tauhid. Apabila sifat-sifat nafsiyah dan salbiyah ini difahami secara salah, maka faham tersebut telah terjerumus kepada pemahaman tauhid yang sesat sebagaimana bebarapa pemahaman yang telah disampaikan diatas Sudah banyak orang-orang alim yang tersesat dalam memahami sifat-sifat Allah ini, sehaingga myrazano sangat menyarankan untuk jangan memaksakan logika dan pemikiran dalam melakukan kajian tentang tauhid. Apabila pada saat itu logika dan pemikiran belum bisa menumbuhkan pemahaman yang benar tentang kajian yang sedang diuraikan. Tinggalkan saja dulu untuk sementara. Tapi jagan berhenti, Ketahuilah bahwa sesungguhnya hukum mempelajari dan memahami tauhid secara benar adalah wajib atau fardhu ‘ain (wajib bagi setiap diri ) karena hanya dengan pemahaman dan keyakinan yang benar seluruh amal dan ibadah yang dilakukan bisa diterima Allah swt, selain dari itu ditolak apabila ibadah tersebut tidak menjadi tambahan dosa. Kalau memungkinkan belajarlah melalui seorang guru atau mursyid yang bebar-benar telah memahami tentang hakikat tauhid yang benar. Jangan sekali-kali belajar pada mursyid ( guru hidup ) yang masih atau sedang mencari-cari hakikat tauhid yang sesungguhnya, karena itu sama artinya dengan membukakan celah yang lebar bagi iblis untuk menyesatkan. Untuk lebih jelasanya silahkan baca pengertian ilmu tauhid pada link ini atau disini Mungkin untuk sementara posting ini dicukupkan sampai disini dulu, karena pada kajian selanjutnya myrazano akan melakukan kajian tentang 2 ( dua ) kelompok sifat Allah selanjutnya yang merupakan pendalaman atau pemahaman lanjutan tentang Hakikat Zat pada Sifat Allah melalui sifat 3). Maani dan sifat 4). Ma’nawiyah. Apabila sampai kajian ini terdapat hal-hal yang kurang bisa difahami dengan baik silahkan penyampaikan pertanyaan melalui kotak komentar yang tersedia, termasuk bantahan, sanggahan atau apapun yang ingin disampaikan, mohon disampikan secara santun dan jangan menyebut nama orang lain yang tidak berhubungan dengan saya . Seluruh pertanyaan, tanggapan, bantahan, sanggahan atau sekedar komentar yang disampaikan, Insya Allah, saya akan berusaha menjawab dan menjelaskannya dengan baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. karena ilmu Allah itu maha luas dan tanpa batas. Hakikat Dzat pada Sifat Allah. Setelah pada posting sebelumnya telah disampaikan tentang sifat Sifat Nafsiah dan Sifat Salbiyah, pada posting ini kita akan mencoba melakukan kajian tentang Sifat Ma’ani dan Sifat Ma’nawiyah sebagai berikut : 3. Sifat Ma’ani Sifat Ma’ani cendrung dikatakan sebagai sifat yag absatrak tetapi myrazano lebih memahaminya sebagai sifat yang membuktikan atau pembuktian ujud Allah, karena dengan sifat ma’ani ini Allah membuktikan sifat ujudnya yang dijelaskan dengan sifat salbiyah ( Qidam, Baqa, Mukhalifatu lil hawaditsi, Qiyamuhu binafsihi, Wahdaniyah ) yaitu : Hayat berarti Allah itu bersifat hidup Ilmu berarti Allah itu bersifat tahu Qudrat berarti Allah itu bersifat kuasa Irodat berarti Allah itu bersifat berkehendak Sama berarti Allah itu bersifat mendengar Bashor berarti Allah itu bersifat melihat Kalam berarti Allah itu bersifat berkata-kataPembuktian sifat ma’ani sebagai sifat yang melekat pada ujud Allah dapat dibuktikan melalui metoda pemahaman Tauhid Rububiyah yang berarti menyakini keberadaan Allah melalui ciptaan-Nya yaitu : Karena Allah mempunyai sifat hayat, maka kita bisa membuktikannya pada hidupnya tubuh kita, jika tidak hidup tubuh kita itu, maka tidak terbukti hayatnya Allah, karena hidup tubuh kita itu dengan hayatnya Allah Karena Allah mempunyai sifat ilmu, maka kita bisa membuktikannya pada tahunya hati kita, jika tidak tahu hati kita itu, maka tidak terbukti ilmunya Allah, karena tahu hati kita itu dengan ilmunya Allah Karena Allah mempunyai sifat qudrat, maka kita bisa membuktikannya pada kuasanya tulang kita, jika tidak kuasa tulang kita itu, maka tidak terbukti qudratnya Allah, karena kuasa tulang kita itu dengan qudratnya Allah Karena Allah mempunyai sifat iradat, maka kita bisa membuktikannya pada berkehendaknya nafsu kita, jika tidak berkehendak nafsu kita itu, maka tidak terbukti iradatnya Allah, karena berkehendak nafsu kita itu dengan iradatnya Allah Karena Allah mempunyai sifat sama, maka kita bisa membuktikannya pada mendengarnya telinga kita, jika tidak mendengat telinga kita itu, maka tidak terbukti sama’nya Allah, karena mendengar telinga kita dengan sama’nya Allah Karena Allah mempunyai sifat bashor, maka kita bisa membuktikannya pada melihatnya mata kita, jika tidak melihat mata kita itu, maka tidak terbukti bashornya Allah, karena mendengan telinga kita dengan bashornya Allah Karena Allah mempunyai sifat kalam, maka kita bisa membuktikannya pada berkata-katanya lidah kita, jika tidak berkata-kata lidah kita itu, maka tidak terbukti kalamnya Allah, karena berkata lidah kita dengan kalamnya Allah Dengan pembuktian ujud Allah melalui sifat ma’ani ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa sifat hayat merupakan pokok atau ibu dari sifat yang menjelaskan tentang zat Allah, sehingga tanpa sifat hayat, sifat ujud tidak berarti apa-apa. 4. Sifat Ma’nawiyah Sifat ma’nawiyah merupakan sifat penegasan dari sifat ma’ani dengan pemahaman sebagai berikut : Karena Allah bersifat hayat, maka wajib Zat Allah bersifat Hayun berarti maha hidup Karena Allah bersifat ilmu, maka wajib Zat Allah bersifat Aliman berarti maha mengetahui Karena Allah bersifat qudrat, maka wajib Zat Allah bersifat Qodiron berarti maha kuasa Karena Allah bersifat Iradat, maka wajib Zat Allah bersifat Muridan berarti maha berkehendak Karena Allah bersifat sama’, maka wajib Zat Allah bersifat Sami’an berarti maha mendengar Karena Allah bersifat bashor, maka wajib Zat Allah bersifat Bashiron berarti maha melihat Karena Allah bersifat kalam, maka wajib Zat Allah bersifat Mutakalliman berarti maha berkata-kata Itulah sifat-sifat yang wajib ada pada Zat Allah. Hanya Pada Zat Allah. Selain Allah tidak ada yang memiliki sifat ini, sedangkan sifat-sifat yang mustahil pada Allah adalah kebalikan dari sifat yang wajib ini. ( saya tidak membahas sifat yang mustahil ini ) Sebelum melanjutkan dengan hakikat sifat yang mungkin pada Allah, kembali myrazano menyampaikan bahwa apabila sampai kajian ini terdapat hal-hal yang kurang bisa difahami dengan baik silahkan penyampaikan pertanyaan melalui kotak komentar yang tersedia, termasuk bantahan, sanggahan atau apapun yang ingin disampaikan, mohon disampikan secara santun dan jangan menyebut nama orang lain yang tidak berhubungan dengan SAYA. Seluruh pertanyaan, tanggapan, bantahan, sanggahan atau sekedar komentar yang disampaikan, Insya Allah, saya akan berusaha menjawab dan menjelaskannya sesuai dengan segenap kemampuan. Karena ilmu Allah itu maha luas dan tanpa batas.Sebelum melanjutkan membaca dan memahami kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah pada bagian ini, perlu disampaikan bahwa mulai dari kajian ketiga ini dan kajian-kajian selanjutnya, lebih bersifat pemahaman dan sangat membutuhkan kemurnian pemikiran dari pengararuh nafsu yang menyesatkan. Karena pada kajian ini dan kajian selanjutnya merupakan salah satu kajian inti dari faham tariqat satariyah yang mengklaim bahwa, pemahaman tauhid dari faham satariyah merupakan satu-satunya cara tercepat atau jalan pintas untuk bertemu Allah swt. ( faham tauhid satariyah tidak menyatakan dirinya sebagai bagian dari aliran tariqat yang ada karena sangat bersifat logika dan pemahamannya timbul dari proses pembelajaran sedangkan faham tauhid dari faham tariqat lainnya pemahamannya timbul dari pengamalan ; Kedua metoda ini sah dan sama benarnya, tergantung kesanggupan untuk mengikuti metoda pembelajaran dan pembetukan faham tauhidnya ), sehingga Myrazano sangat menyarankan untuk terlebih dahulu atau kembali membaca dan mempelajari serta memahami kajian-kajian sebelumnya yang berhubungan dengan alasan : 1. Kajian ini sangat membutuhkan pemahaman sehingga apabila hanya sekali baca saja diyakini bahwa pembaca tidak akan mendapatkan apa-apa dari kajian ini, bahkan mungkin saja menyesatkan Aqidah ( bukan alasan Page View atau Alexa Rank). 2. Untuk Hal-Hal yang kurang difahami dan meragukan jangan difahami sendiri, tapi disarankan untuk bertanya kepada para guru di majelis taklim / pengajian masing-masing dan atau sampaikan pertanyaan langsung di kotak komentar sebagai alternatif solusi ( solusi pertama tetap para guru / point pertama ) 3. Yang lebih penting dari pada itu adalah, bahwa yang difahami dalam kajian ini ada sifat Allah swt, bukan zat Allah swt atau hubungan antara sifat dengan zat-Nya. Apabila salah dalam memahami ini, maka akan jatuh kepada pemahaman tauhid sesat yang menyakini bahwa makhluk bisa menyatu dengan zat Allah swt (salah satu keyakinan tauhid dari faham syi’ah ) 4. Ikuti point pertama, point kedua dan point ketiga 5. Mari Kita lanjutkan Kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah ( 3 ) Setelah pada kajian yang lalu difahami bahwa melalui sifat-sifat yang diperkenalkan Allah swt kepada manusia sebagai makhluk, berarti Allah swt telah membukakan satu celah yang sangat lebar bagi kita untuk mengenal zat-Nya secara lebih terang dan nyata, karena melalui sifat.-sifat Allah tersebutlah kita mengenal hakikat zat itu dengan sesungguhnya. Diantara dua puluh sifat yang difahami dalam keyakinan Ahlul sunnah wal jamah terdapat dua sifat utama yang sangat menentukan keberadaan sifat-sifat yang lain. Tanpa dua sifat tersebut, maka keberadaan sifat-sifat yang lain akan tidak berarti, bahkan bisa meniadakan sifat yang lain. Pada kajian ini kita akan melakukan pembahasan tentang sifat yang pertama dari sifat yang menentukan itu, yaitu sifat ujud. Sebagai beriku : Sifat Ujud Ujud adalah sifat yang menandakan keberadaan zat. Tanpa sifat ujud ini, sifat-sifat yang lain akan menjadi tidak berarti bahkan bisa jadi menjadi tidak ada. Sifat ujud difahami melalui sifat-sifat ma’ani, sehingga untuk menjawab bagaimana ujud-Nya Allah ?. sudah bisa dijelaskan melalui sifat-sifat ma’ani ( baca kajian yang lalu ) yang dikelompokkan sebagai berikut : Ujud Zat. Yaitu ujud yang melekat pada zat difahami dengan zat Allah yaitu ujud yang sebenar-benarnya zat pada Allah. Merupakan suatu yang tidak bisa diucapkan tapi secara nyata bisa dirasakan. Seperti rasa manis pada gula, seperti rasa asin pada garam. Hanya bisa dirasakan tanpa bisa terkatakan. Ujud Sifat. Yaitu ujud yang melekat pada sifat zat difahami dengan sifat Allah yaitu terhimpunnya sekalian sifat. Ujud ini dinamakan juga Nur muhammad. Merupakan nyawa atau roh pada diri kita Ujud Af’aal. Yaitu ujud yang melekat pada perbuatan zat difahami dengan perbuatan Allah yaitu ujud yang keberadaannya disebabkan oleh suatu sebab sehingga tidak terjadi dengan sendirinya. Ujud ini dinamakan juga Ujud Adam. Merupakan tubuh pada diri kita Ujud Asma. Yaitu ujud yang melekat pada keimanan difahami dengan beriman kepada Allah yaitu ujud terdapat dalam keyakinan setiap makhluk yang memahami tentang zat Allah. Ujud ini dinamakan juga Ujud iman. Merupakan hati pada diri kita Sehingga pemahaman tentang ujud Allah ini adalah Zat Allah jadi rahasia pada diri Aku. Sifat Allah jadi Nur Muhammad jadi nyawa atau roh pada diri Aku. Perbuatan Allah jadi tubuh pada diri Aku. Nama Allah jadi hati atau iman pada diri Aku. Jadi Bukan Zat melainkan Rahasia Pada Diri Aku. Bukan Sifat melainkan Nur Muhammad Nyawa atau Roh Aku, Bukan Perbuatan melainkan Batang Tubuh Aku. Bukan Asma atau Nama melainkan Keyakinan atau Keimanan Hati Aku. Catatan : Rahasia Diri Insya Allah Akan Disampaikan Pada Kajian-Kajian Selanjutnya Terutama Pada Kajian Hakikat Diri Nur Muhammad Insya Allah Akan Disampaikan Pada Kajian-Kajian Selanjutnya Terutama Pada Kajian Awal Muhammad Demikian kajian tentang Sifat Ujud yang merupakan sifat yang utama dan terutama pada Allah swt. Tanpa bosan untuk menghimbau kepada pengunjung blog Kajian ini Belajarlah Melalui Guru . Kajian Blog ini hanyalah sebagai pelengkap dan sarana pembantu pendalaman materi dan pemahaman. Jika ada yang dirasa kurang jelas karena keterbatasan kemampuan. Silahkan menyampaikan pertanyaan atau sanggahan, bantahan atau apa saja pada kotak komentar yang tersedia. Insya Allah semua pertanyaan tentang kajian ini, saya akan mengusahan untuk menjawab dan menjelaskan sesuai dengan ilmu Allah yang tiada batas yang dilahirkan pada hamba-hamba yang dikehendakinya.Sekarang kita sudah memasuki kajian ke empat dari Hakikat Zat Pada Sifat Allah, tapi kalau dilihat dari awal, kajian keempat ini sudah merupakan kajian keenam yang saling berhubungan dimana sebelumnya telah dibahas Mengenal Allah . Seluruh tanggapan dan komentar tersebut akan kita coba, insya Allah membahasnya satu per satu setelah kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah ini selesai secara tuntas yaitu berhasil mengantarkan seluruh pembaca dan pengunjung blog ini menemui tuhannya masing-masing. Insya Allah Selanjunya dari awal SAYA selalu dan tidak akan pernah bosan mengingatkan bahwa, Kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah ini adalah sebuah kajian yang bersifat pendalaman dari ilmu tauhid yang sangat membutuhkan pemahaman, maka bacalah setiap postingan ini secara berulang-ulang karena kalau hanya sekali baca saja dijamin tidak akan mendapatkan pemahaman apa-apa. Beberapa istilah yang dipakai, mungkin kelihatan asing bagi sebagian orang, karena kajian ini adalah kajian yang sebelumnya bersifat terutup dan dipelajari secara exclusive di berbagai tempat. Itu pun murid-muridnya kebanyakan sudah berusia lanjut. Sehingga belum tentu semua orang pernah belajar dan mempelajari ilmu ini. Sehingga untuk hal-hal yang kurang dimengerti dan difahami sangat disarankan untuk mendiskusikannya di majelis taklim dan pegajian masing-masing dibawah bimbingan para guru yang memahami ilmu taswauf secara baik agar jangan tersesat. Mari Kita lanjutkan kajian kita. Sifat Hayat Sebagaimana yang telah disampikan pada kajian sebelumnya bahwa diantara dua puluh sifat yang difahami dalam keyakinan Ahlul sunnah wal jamah terdapat dua sifat utama yang sangat menentukan keberadaan sifat-sifat yang lain. Tanpa dua sifat tersebut, maka keberadaan sifat-sifat yang lain akan tidak berarti, bahkan bisa meniadakan sifat yang lain. Diantara Dua sifat Allah swt tersebut yang pertama telah disampaikan pada kajian sebelunya yaitu sifat ujud. Pada kajian ini kata akan memahami sifat kedua yaitu sifat Hayat yang berarti hidup. Sifat hayat ini sering juga dinyatakan sebagai ibu dari segala sifat Allah, karena tanpa sifat hayat ini sifat ujud pada zat Allah swt menjadi tidak berati sama sekali, sehingga mustahil sifat-sifat yang lain pada Allah swt bisa dibuktikan. Allah Bersifat Hayat. Artinya Hidup. Allah hidup dengan sifat hayat-Nya. Sehingga dengan sifat hayat itu Allah maha hidup dan wajib bagi Allah untuk selalu hidup ( Hayun / Hayan ). Karena bukti hayat Allah swt tersebut pada hidupnya tubuh kita, maka hakikatnya bukan hidup kita, melainkan hayatnya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan hidup aku melainkan hidup-Nya Allah Allah Bersifat Ilmu. Artinya Mengetahui. Allah tahu dengan sifat ilmu-Nya. Sehingga dengan sifat ilmu itu Allah maha mengetahui dan wajib bagi Allah untuk selalu mengetahui ( Alimun / Aliman ). Karena bukti ilmu Allah swt tersebut pada tahunya hati kita, maka hakikatnya bukan tahu kita, melainkan ilmunya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan ilmu aku melainkan ilmu-Nya Allah Allah Bersifat Kudrat. Artinya Kuasa. Allah berkuasa dengan sifat kudrad-Nya. Sehinga dengan sifat kudrat itu Allah maha kuasa dan wajib bagi Allah untuk selalu berkuasa ( Kadirun / Kadiran ). Karena bukti kudrat Allah swt tersebut pada kuasanya tulang kita, maka hakikatnya bukan kuasa kita, melainkan kudratnya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan kuasa aku melainkan kuasa-Nya Allah Allah Bersifat Iradat. Artinya Berkehendak. Allah berkehendak dengan sifat iradat-Nya ( Maridun / Muridan ). Sehingga dengan sifat iradat itu Allah maha berkehendak dan wajib bagi Allah untuk selalu menghendaki. Karena bukti iradat Allah swt tersebut pada kehendaknya nafsu kita, maka hakikatnya bukan kehendak kita, melainkan iradatnya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan kehendak aku melainkan kehendak-Nya Allah Allah Bersifat Basyar. Artinya Melihat. Allah melihat dengan sifat basyar-Nya. Sehingga dengan sifat basyar itu Allah maha melihat dan wajib bagi Allah untuk selalu melihat ( Basyirun / Basyiran ). Karena bukti basyar Allah swt tersebut pada melihatnya mata kita, maka hakikatnya bukan penglihatan kita, melainkan basyarnya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan penglihatan aku melainkan penglihatan-Nya Allah Allah Bersifat Samik. Artinya Mendengar. Allah mendengar dengan sifat samik-Nya. Sehingga dengan sifat samik itu Allah maha mendengar dan wajib bagi Allah untuk selalu mendegar ( Samiun / Samian ). Karena bukti samik Allah swt tersebut pada mendengarnya telinga kita, maka hakikatnya bukan pendengaran kita, melainkan samiknya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan pendengaran aku melainkan pendengaran-Nya Allah Allah Bersifat Kalam. Artinya Berkata-kata. Allah berkata dengan sifat kalam-Nya. Sehingga dengan sifat kalam itu Allah maha berkata-kata dan wajib bagi Allah untuk selalu berkata-kata ( Mutakalimun / Mutakaliman ). Karena bukti kalam Allah swt tersebut pada berkatanya lidah kita, maka hakikatnya bukan perkataan kita, melainkan kalamnya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan perkataan aku melainkan perkataan-Nya Allah Jadi sampai dengan kajian keempat atau kajian keenam tentang Hakikat Zat Pada Sifat Allah ini sudah bisa sedikit dirasakan bahwa Tidak satu pun yang ada pada diri kita, melainkan hanyalah sifat Allah swt . Dengan pemahaman bahwa Bukan aku melainkan sifat Allah semata-mata Terakhir, sebelum memasuki kajian selanjutnya, saya kembali mengingatkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang difahami kepada para guru kita, dan sebagai solusi alternafif, silahkan menyampaikan pertanyaan, saran, tanggapan, kritikan, batahan terhadap seluruh kajian ini pada kotak komentar yang tersedia. atau kirim via email Insya Allah saya akan berusaha menjawab dan menjelaskannya sesuai dengan segenap kemampuan yang ada. .Setelah menyelesaikan kajian tentang sifat ujud dan sifat hayat yang merupakan dua sifat yang utama bagi Allah swt, maka mulai dari kajian ke lima Hakikat Zat Pada Zat Allah ini sesungguhnya kita sudah memasuki kajian kesimpulan dan aplikasi dari pemahaman yang sudah dibahas dalam aktivitas kehidupan kita sehari-hari dan ritualitas ibadah wajib dan ibadah sunnah sebagai pengamalan syariat ajaran agama islam sebagai agama tauhid terakhir. Sebagaimana yang telah disampaikan dalam kajian-kajian sebelumnya bahwa sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah swt sebagai tuhan adalah sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah swt saja. Tidak dimiliki oleh makhluknya. Apabila sifat-sifat tersebut terdapat pada makhluk, maka berarti sifat tersebut bukan sifat Allah swt karena Allah swt sebagai tuhan tidak bisa disamakan, tidak bisa disetarakan dengan apapun juga baik itu zat, sifat ataupun perbuatannya. Itulah tauhid yang benar lagi lurus yang kita tidak boleh tersesat didalamnya. Pada kajian sebelumnya juga telah difahami bahwa, dengan pendevinisian dari sifat-sifat Allah swt yang telah dilakukan oleh ulama-ulama Ahlul Sunna Wal Jamaah sebelumnya sesungguhnya telah membuka satu celah kepada kita sebagai makhluk yang berakal untuk mengungkap tentang hakikat dari Allah swt itu secara nyata, karena hubungan antara zat dan sifat adalah hubungan yang saling terkait, dimana keberadaan suatu zat akan bisa diketahui dan dijelaskan melalui sifat-sifatnya dan sifat-sifat yang dikandung oleh zat adalah penggambaran dari zat itu sendiri. Dengan logika sederhana dapat dinyatakan bahwa, dimana ada zat, maka disitulah sifatnya berada dan dimana sifat terlahir, maka disitu juga sesungguhnya zatnya berada Ungkapan atau contoh yang sangat logis dan gampang untuk difahami tentang hubungan antara zat dan sifat adalah dengan memahami sifat dari api. Yaitu Panas, panas merupakan sifat yang dikandung oleh api, dimana panas itu terasa, maka disitulah api itu berada. Apabila semakin panas kita rasakan, maka sesungguhnya semakin dekat kita dengan sumber panas itu yaitu api, sehingga semakin dekat kita dengan api maka kita akan semakin merasakan panasnya api itu. Dan sebaliknya, apabila semakin jauh kita dari api, maka panasnya api akan semakin berkurang kita rasakan. Dimana ada panas disitulah ada api. Panas adalah sifat dan api adalah zatnya. Akibat dari panas yang ditimbulkan akan berbanding lurus dengan jarak yang berhasil dicapai oleh suatu benda dengan sumber panas atau api tersebut. Semakin dekat keberadaan suatu benda dengan sumber panas, maka akan semakin besar panas yang diserap benda dan semakin besar juga panas yang disalurkan benda tersebut kepada benda-benda disekitarnya Semakin jauh keberadaan suatu benda dengan sumber panas, maka akan semakin kecil panas yang diserap benda itu dan semakin kecil juga panas yang disalurkan benda tersebut kepada benda-benda disekitarnya Sehingga ketika tidak ada lagi jarak yang tersisa antara suatu benda dengan sumber panas, maka benda itu dinyatakan berada dalam sumber panas itu, maka benda itu akan terbakar, menjadi bagian bahan bakar yang menyalakan atau menghidupkankan api. Bukan Menjadi Api Kedekatan Allah swt sebagai Tuhan dengan Makhluk pada hakikatnya tidak merubah makhluk menjadi tuhan. Tetapi hanya mempertegas pembuktian atau memperjelas keberadaan sifat Allah swt saja. Pada tataran inilah sebetulnya faham tauhid lebih banyak disesatkan oleh iblis dari golongan jin sehingga terbentuk pemahaman bahwa makhluk bisa menyatu dengan Tuhannya ( untuk yang memahami jin adalah bagian dari iblis ) Dan pada tataran ini jugalah sebagian ahli sihir yang mengaku menguasi atau memiliki ilmu putih ( padahal itu adalah sihir juga ) menekankan pemahamannya, sehingga para iblis yang telah menguasi sihir tertentu menyakinkan kepada para budaknya itu ( tukang sihir ), seolah-olah kehendak penyihir tersebut merupakan iradat-Nya Allah swt, padahal semua itu hanyalah tipuan iblis dari kelompok jin belaka. Telah banyak para alim dan orang-orang yang mengaku sebagai ahli tariqat dan ahli tasawuf terjebak dalam pemahaman ini, sehingga banyak sekali ditemui kelompok-kelopok tariqat dan pengajian tasawuf yang sesat dan menyesatkan pengikutnya seperti pemahaman bahwa, pencapaian maqam tertentu pada keyakinan tauhid yang difahami, telah menggugurkan ikatan hukum syariat padanya. Setiap yang dilakukan adalah Haq atas kehendak Allah swt. Sesungguhnya pemahaman tauhid seperti itu ( dan masih banyak lagi pemahaman tauhid yang tersesat dan atau dianggap sesat ) lebih banyak disebabkan oleh kurang lengkapnya dan tidak sempurnanya pemahaman tauhid yang diyakininya. Sebagian lagi disebabkan dorongan nafsu yang dikendalikan oleh jin yang memang bertugas dan telah mendapat izin resmi dari Allah swt untuk menyesatkan umat manusia yang tidak mampu menguasai dan mengendalikan nafsunya dengan baik. Pada bagian akhir dari kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah pada kajian kelima atau ketujuh ini kembali myrazano mengingatkan jangan berhenti memahami kajian hakikat zat Allah swt melalui sifat-sifat Allah sampai pada kajian ini saja. Pada kajian selanjutnya kita akan mencoba melanjutkan Hakikat Zat Pada Sifat Allah secara lebih mendalam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan dan ibadah. Insya Allah. Fahamilah kembali kajian ini dari awal dari secara berulang-ulang. materi kajian yang sudah disampaikan merupakan kajian bersambung dalam satu rangkaian. Kalau hanya memahami satu bagian saja justru bisa menimbulkan kebingungan dan keraguan atau melahirkan pemahaman tanpa dasar yang pada akhirnya menimbulkan fanatisme yang sombong, yang selalu merasa paling benar. Selain dari pemahaman yang diyakininya adalah salah atau dianggap bida’ah. Padahal Kebenaran Yang Sesungguhnya Hanya Milik Allah swt saja. Tugas kita hanya meyakini sebanyak yang kita fahami saja Pahami semua kajian ini secara utuh dan konprehensif dan tanyakan apa-apa yang tidak jelas atau kurang difahami kepada para guru kita yang ada dimajelis masing-masing atau sebagai solusi pertama sampaikan pertanyaan, kritikan, saran, bantahan, sanggahan pada kotak komentar yang tersedia. Insya Allah saya akan mencoba menjelaskan setiap pertanyaan yang timbul dari kajian ini.